Sabtu, 05 Mei 2012

Produk halal

Jakarta, dpd.go.id – Masyarakat sangat menunggu kehadiran UU Jaminan Produk Halal sebagai jaminan dari pemerintah bahwa produk yang dikonsumsi halal. Demikian disampaikan oleh Darmayanti Lubis dalam Sidang Pleno Komite III DPD RI (20/02/2012). “Undang-undang ini merupakan kebutuhan masyarakat karena mereka membutuhkan UU yang menjamin kehalalan makanan juga kosmetik. Mereka juga sangat berharap legislatif dapat menggolkan RUU JPH ini,” papar Anggota DPD RI dari Provinsi Sumatera Utara ini. Bertempat di Gedung B DPD RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, hal senada juga disampaikan oleh Ahmad Jajuli dari Provinsi Lampung bahwa mayoritas masyarakat setuju dengan RUU JPH ketika DPD RI melakukan jaring aspirasi. Namun, karena RUU ini sedikit sensitif dan menyangkut keyakinan atau agama, Jajuli berpesan, “Catatannya, jangan sampai hal ini menimbulkan keretakan di tubuh NKRI. DPD harus fokus dalam memberikan ketenangan kepada warga negara.” Di sisi lain, Sofyan Yahya berpandangan bahwa RUU JPH tidak diperlukan mengingat sudah ada beberapa UU yang mengatur seperti UU Pangan, UU Kesehatan, UU Perlindungan Konsumen, dan lain-lain. “Tidak ada kekosongan hukum yang mengharuskan adanya regulasi ini. Yang perlu kita perbincangkan adalah lembaganya, mana yang akan ditekankan untuk memberikan sertifikat halal,” ujar Anggota DPD RI dari Provinsi Jawa Barat ini, yang juga didukung oleh Pendeta Rugas Binti. Lebih lanjut, Sofyan justru mengusulkan pemberian label haram pada makanan yang bisa mengindikasikan bahwa makanan tanpa label haram berarti halal. “Seperti yang kita tahu, dalam Islam hukum asal semua makanan itu adalah mubah kecuali ada nash/dalil yang menyatakan itu haram. Pada akhirnya, keyakinan dan keimanan yang harus menjaga kehidupan manusia,” terangnya. Mendukung pendapat Sofyan, Wakil Ketua Komite III mengatakan bahwa halal atau haram adalah persoalan keyakinan. “Menurut saya, apa yang ada sekarang ini sudah pada proporsinya. MUI memang bukan lembaga negara, tetapi diakui negara sebagai representasi umat Islam dalam menentukan halal tidaknya suatu produk,” Moh. Syibli Sahabuddin menjelaskan. Komite III belum mengambil kesimpulan dalam Sidang Pleno kali ini karena agenda sidang baru dalam taraf menghimpun pandangan dari anggota. Namun, Istibsyaroh menegaskan bahwa RUU JPH tetap diperlukan karena lebih spesifik ketimbang UU yang sudah ada yang masih bersifat umum. “Kita juga perlu mengkritisi pengusaha yang tidak memberikan label halal di samping pemberian sanksi pada pengusaha yang tidak mengajukan sertifikasi halal lagi setelah tiga sampai lima tahun,” pungkas anggota DPD RI dari Provinsi Jawa Timur ini yang juga merupakan Wakil Ketua Komite III. (af)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar