Rabu, 16 Maret 2011

perekonomian indonesia bab 13

NERACA

Neraca Pembayaran, Arus Modal Asing, dan Utang Luar Negeri

A. PENDAHULUAN
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1988 menggariskan bahwa kebijaksanaan pembangunan diarahkan untuk selalu bertumpu pada Trilogi Pembangunan, yakni pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional. Kebijaksanaan neraca pembayaran sebagai bagian dari kebijaksanaan pembangunan selalu mengacu pada Trilogi Pembangunan tersebut secara serasi. Di samping itu juga diusahakan tercapainya perubahan fundamental dalam struktur produksi dan perdagangan luar negeri sehingga dapat meningkatkan ketahanan ekonomi Indonesia terhadap guncangan-guncangan, baik di dalam maupun di luar negeri.
Di bidang perdagangan, melalui deregulasi dan debirokrati-sasi, kebijaksanaan ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas industri dalam negeri, menunjang pengembangan
ekspor non migas, memelihara kestabilan harga dan penyediaan barang yang dibutuhkan di dalam negeri, serta menunjang iklim usaha yang makin menarik bagi penanaman modal. Kebijaksanaan neraca pambayaran lainnya juga dilanjutkan, antara lain dalam bentuk pengelolaan hutang dan pinjaman luar negeri secara cermat dan hati-hati, terpeliharanya kurs valuta asing yang mantap dan realistis, serta terpeliharanya cadangan devisa yang memadai.

B. PERKEMBANGAN INTERNASIONAL
Kebijaksanaan neraca pembayaran dan perdagangan luar negeri selama empat tahun Repelita V sangat dipengaruhi oleh tantangan yang timbul dari perkembangan situasi politik, ekonomi dan moneter dunia.
Selama dasawarsa 1980-an, perekonomian dunia mencapai rekor pertumbuhan tertinggi pada tahun 1988, yaitu sebesar 4,6%. Setelah itu, perekonomian dunia mengalami kemerosotan hingga mencapai 0,6% pada tahun 1991. Namun dalam tahun 1992 perekonomian dunia mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan dengan pertumbuhan sebesar 1,8 % . Dalam tahun 1992, negara-negara industri dan negara-negara berkembang masing-masing tumbuh sebesar 1,5 % dan 6, 1 %. Ini merupakan suatu perbaikan dari tahun 1991 sewaktu kelompok-kelompok negara ini, mencapai pertumbuhan masing-masing sebesar 0,6% dan 4,2%. Di antara negara-negara berkembang tersebut, kelompok negara di Asia dapat mempertahankan laju pertumbuhan ekonominya yang cukup tinggi, bahkan mengalami peningkatan pertumbuhan dari 5,8% menjadi 7,9 % . Peningkatan cukup besar ini juga diikuti oleh negara-negara berkembang di Timur Tengah yang pertumbuhannya meningkat dari 2,1 % pada tahun 1991 menjadi 9,9% pada tahun 1992. Sementara itu, negara-negara di Eropa Timur dan bekas Uni Soviet terus mengalami kemerosotan yang makin parah dalam produksi nasionalnya. Pada tahun 19.91 kelompok negara-negara ini ekonominya mengalami penurunan sebesar 10,1 % dan pada
tahun 1992 mengalami penurunan yang lebih besar lagi, yaitu 15,5% . Perkembangan ekonomi di negara-negara berkembang Eropa Timur dan negara-negara bekas Uni Soviet perlu terus diamati mengingat di masa depan kelompok negara ini akan menjadi saingan yang cukup berat bagi negara-negara berkembang, apabila mereka telah selesai dengan tahap konsolidasinya dan ekonominya tumbuh kembali.
Seiring dengan peningkatan produksi dunia, laju pertumbuhan perdagangan internasional juga mengalami peningkatan dari 2,3% dalam tahun 1991 menjadi 4,2% dalam tahun 1992. Volume ekspor dan impor negara-negara industri dalam tahun 1992 meningkat masing-masing sebesar 3,2% dan 4,0%, begitu pula volume ekspor dan impor negara-negara berkembang yang meningkat menjadi 8,4% dan 10,2% dalam tahun 1992.
Sementara itu harga minyak bumi di pasaran internasional mengalami penurunan sebesar 0,5 % selama tahun 1992. Namun demikian, penurunan ini tidak sebesar penurunan yang terjadi pada tahun 1991 yaitu sebesar 17,0%. Begitu pula harga komoditi primer lainnya seperti kopi, karet, dan hasil-hasil tambang merosot dengan 0,1% pada tahun 1992. Perkembangan ini menyebabkan turunnya nilai tukar perdagangan untuk negara-negara berkembang. Dalam tahun tersebut nilai tukar perdagangan menurun sebesar 1,4% untuk negara-negara berkembang, sedangkan untuk negara-negara industri justru meningkat sebesar 1,8%.
Secara keseluruhan dalam tahun 1992 negara-negara industri mengalami kenaikan dalam defisit transaksi berjalan menjadi US$ 38,5 miliar. Untuk negara-negara berkembang defisit transaksi berjalan sedikit menurun dari US$ 81,9 miliar pada tahun 1991 menjadi US$ 78,4 miliar pada tahun 1992.
Berakhirnya perang dingin, restrukturisasi sistem ekonomi dan politik nasional di berbagai negara serta proses regionalisasi merupakan peristiwa-peristiwa penting yang dampaknya pada
tatanan ekonomi dunia baru masih belum jelas dan perlu terus diamati. Perkembangan yang cukup penting adalah penyatuan Masyarakat Ekonomi Eropa yang dicanangkan pada pertemuan puncak Maastricht di bulan Desember 1991. Pertemuan puncak ter¬sebut diadakan dalam rangka melicinkan jalan pembentukan Masya¬rakat Eropa ke dalam satu unit politik, ekonomi dan moneter (EMU) yang direncanakan terbentuk pada tahun 1999. Tujuan utama pem¬bentukan Masyarakat Eropa adalah untuk meningkatkan kesejahtera¬an sosial dan ekonomi yang harmonis dan berkelanjutan dengan men¬ciptakan suatu kawasan tanpa batas internal serta terciptanya suatu unit ekonomi dan moneter dengan menggunakan satu mata uang.

Seiring dengan itu, dalam bulan Agustus 1992 ditandatangani Persetujuan Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) oleh negara-negara Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko, yang akan menjadi efektif pada Januari 1994. Tujuan pembentukan NAFTA tersebut antara lain adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja melalui usaha menghilangkan berbagai hambatan perdagangan, menciptakan iklim untuk mendorong persaingan yang adil, meningkatkan peluang investasi, memberikan perlindungan terhadap hak milik intelektual, dan menciptakan prosedur yang efektif dalam penyelesaian perselisihan perdagangan antara ketiga negara anggotanya.
Dalam pada itu, perundingan perdagangan multilateral dalam kerangka Putaran Uruguay pada tahun 1992 masih tetap mengalami hambatan. Belum terdapatnya kesepakatan mengenai perdagangan hasil-hasil pertanian antara Amerika Serikat, Masyarakat Ekonomi Eropa dan Jepang merupakan penyebab utama kemacetan perundingan tersebut. Terhambatnya kesepakatan GATT ini mempengaruhi prospek terciptanya perdagangan dunia yang terbuka, transparan dan mempunyai aturan disiplin yang efektif.
Sejalan dengan itu, berbagai upaya terus dilakukan dalam rangka penyesuaian tujuan dan organisasi berbagai forum kerja sama internasional, termasuk UNCTAD dan Gerakan Non Blok. Pad bulan September 1992, di Jakarta diadakan Konperensi Tingkat Tinggi Ke-10 Gerakan Non Blok. Melalui Pesan Jakarta, gerakan tersebut menyerukan agar dilakukan demokratisasi dalam hubungan antar negara dan dihidupkan kembali dialog Utara-Selatan secara konstruktif.
Sementara itu, kerja sama antara negara-negara anggota ASEAN terus dikembangkan. Terdorong oleh berbagai perubahan struktural dalam perekonomian dunia dan untuk menghadapi kejadian semakin meluasnya blok-blok perdagangan dengan kecenderungan ke arah proteksionisme, negara-negara yang tergabung dalam ASEAN pada tahun 1991 sepakat untuk mempercepat langkah-langkah kerja sama ke arah integrasi ekonomi. Sehubungan dengan itu, pada tahun 1992 disetujui Perjanjian mengenai Tarif Preferensial Efektif Seragam (CEPT) menuju Wilayah Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA), yang efektif mulai berlaku tanggal 1 Januari 1993.

C. PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI
1. Kebijaksanaan Perdagangan dan Keuangan Luar Negeri
Selama empat tahun pelaksanaan Repelita V, berbagai kebijaksanaan di bidang perdagangan dan keuangan luar negeri telah diambil dengan tujuan untuk mempertahankan momentum pembangunan nasional, antara lain kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi.
Dalam tahun 1992/93, langkah-langkah deregulasi yang ditempuh antara lain berupa penyederhanaan tata niaga ekspor dan impor melalui pengenaan pajak ekspor dan pajak ekspor tambahan, penurunan dan penghapusan bea masuk dan bea masuk tambahan komoditi tertentu, peninjauan kembali Daftar Negatif Investasi (DNI), dan penyederhanaan tata cara penanaman modal.
Di bidang ekspor, melalui Paket 27 Mei 1992, larangan ekspor beberapa komoditi seperti kayu bulat/log dalam bentuk ter¬tentu, kayu ramin, serta meranti putih dan agathis bentuk tertentu, telah diganti dengan pengenaan Pajak Ekspor (PE) dan atau Pajak Ekspor Tambahan (PET). Sedangkan kulit mentah jenis tertentu yang sebelumnya dikenakan pajak ekspor secara persentase diganti dengan pajak ekspor yang dihitung secara spesifik. Selain itu, ketentuan larangan ekspor rotan juga mengalami penyederhanaan. Mulai Juni 1992, larangan ekspor rotan dalam bentuk bahan mentah dan barang setengah jadi diganti dengan pengenaan pajak ekspor dan atau pajak ekspor tambahan.

Untuk memperlancar arus barang dalam rangka menunjang kegiatan ekonomi, mulai bulan Juli 1992 PT Sucofindo ditunjuk sebagai pemeriksa barang eskpor dan barang yang dimasukkan/dikeluarkan ke dan dari kawasan berikat di seluruh Indonesia. Di samping itu, dilakukan pula penyempurnaan tata cara penyampaian laporan realisasi ekspor dan tata cara pemberian fasilitas ekspor oleh Badan Pelayanan Kemudahan Ekspor dan Pengolahan Data Keuangan (Bapeksta Keuangan). Dalam pada itu, terhitung mulai bulan Oktober 1992 produsen pengekspor barang tidak perlu membuat Laporan Keterkaitan (LK), yang merupakan laporan pemakaian barang dan bahan impor untuk memproduksi komoditi ekspor, guna memperoleh pembebasan dan pengembalian bea masuk ataupun pungutan lainnya. Sejak waktu itu, Laporan Keterkaitan (LK) diganti menjadi Laporan Pemakaian Bahan (LPB) yang diterbitkan oleh surveyor yang ditunjuk oleh Pemerintah.

Tata niaga ekspor kayu (maniok) ke negara-negara Masyarakat Eropa (ME) juga diatur kembali. Mulai bulan Oktober 1992 kuota ekspor maniok untuk tahun 1993 ke negara-negara ME dibagikan secara proporsional ke masing-masing eksportir berdasarkan kinerja sebelumnya dan atau kemampuan eksportir untuk mengekspor maniok ke negara-negara di luar ME yang dibuktikan dengan "Landing Certificate" yang dikeluarkan oleh instansi Bea dan Cukai di pelabuhan negara tujuan dan "Loading Certificate" yang
dikeluarkan oleh PT Sucofindo. Pengaturan kembali tata niaga ini dilakukan untuk lebih meringankan persyaratan bagi eksportir dalam mengekspor maniok ke nagara-negara ME.

Sejalan dengan usaha untuk meningkatkan ekspor non migas, perluasan pasaran ekspor terus digalakkan. Dalam tahun 1992/93 dilaksanakan pengiriman berbagai misi dagang ke luar negeri, pameran-pameran dagang di luar negeri serta kegiatan promosi untuk menarik importir luar negeri berkunjung ke Indonesia. Khusus dalam usaha pemasaran barang kerajinan, pada bulan Juli 1992 Indonesia mengikuti pameran California Gift Show di Amerika Serikat.

Selain itu, untuk menjaga kesinambungan dan memperluas akses produk ekspor, peran aktif Indonesia di berbagai forum interna-sional, baik hubungan bilateral, regional dan multilateral terus ditingkatkan. Dalam kaitan ini, Indonesia berpartisipasi aktif dalam negosiasi Putaran Uruguay (GATT), Konperensi Perdagangan dan Pembangunan PBB (UNCTAD), kerja sama ekonomi ASEAN dan berbagai forum kerja sama internasional seperti Organisasi Kopi Internasional (ICO), Asosiasi Negara-negara Penghasil Karet Alam (ANRPC), Asosiasi Negara Produsen Timah (ATPC), dan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC).

Khusus mengenai timah, untuk menjaga kestabilan harga timah di pasaran dunia, negara-negara anggota ATPC dalam sidangnya di Jakarta pada bulan September 1992 telah sepakat membatasi ekspor timah selama tahun 1993 menjadi 2,7% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu menjadi 89.400 ton. Dalam kaitan itu, Indonesia memperoleh jatah kuota ekspor timah sebesar 30.500 ton selama tahun 1993, atau naik 9,0% dibanding kuota tahun 1992.

Dalam pertemuan puncak di Singapura pada bulan Januari 1992, negara-negara ASEAN sepakat untuk lebih mengintegrasikan ekonomi ASEAN yang dijabarkan dalam bentuk Kerangka Perjanjian untuk Meningkatkan Kerja Sama Ekonomi ASEAN (Framework Agreement on Enhancing ASEAN Economic Cooperation). Program ini ditujukan untuk mewujudkan integrasi yang diawali dengan kese-pakatan untuk secara bertahap, yaitu mulai 1 Januari 1993 menerap-kan Tarif Preferensial Efektif •Seragam (CEPT) yang diarahkan pada pembentukan kawasan perdagangan bebas ASEAN (AFTA). Untuk itu, dalam tahun 1992 telah ditetapkan dua program penurunan tarif, yaitu program penurunan tarif yang dipercepat (Fast Track) dan program penurunan tarif normal (Normal Track). Program penurun-an tarif yang dipercepat meliputi 15 kelompok produk yang telah disepakati. Berdasarkan program tersebut, produk-produk tertentu yang tarifnya di atas 20% akan diturunkan menjadi 0-5% dalam waktu 10 tahun. Kemudian untuk komoditi yang mempunyai tarif lebih kecil atau sama dengan 20% akan dikurangi menjadi 0-5% dalam waktu 7 tahun. Sementara itu melalui program penurunan tarif normal, komoditi yang mempunyai tarif di bawah 20 % akan dikurangi hingga menjadi 0-5% dalam waktu 10 tahun. Komoditi yang bertarif di atas 20% akan dikurangi dalam dua tahap, yaitu tahap pertama menjadi 20% dalam waktu 5-8 tahun dan tahap kedua dikurangi lagi menjadi 0-5 % dalam waktu 7 tahun berikutnya.

Sebagai kelanjutan dari kebijaksanaan-kebijaksanaan deregu-lasi sebelumnya, Pemerintah mengeluarkan Paket 6 Juli 1992 guna membebaskan dan melonggarkan tata niaga. beberapa komoditi impor, menyempurnakan mekanisme bea masuk dan bea masuk tambahan terhadap komoditi tertentu, serta menyederhanakan tata niaga impor mesin, peralatan dan barang modal bekas pakai.

Untuk lebih memperlancar arus barang dan pengadaan bahan baku, bahan penolong dan sarana usaha, sebanyak 241 pos tarif yang terdiri dari 12 pos tarif produk pertanian, 226 pos tarif produk batik dan 3 pos tarif produk industri dibebaskan dari tata niaga impor. Sementara itu dari 464 pos tarif yang masih diatur tata niaganya, sebanyak 36 pos tarif untuk produk besi dan baja dilonggarkan.

Di samping itu, tingkat bea masuk dan bea masuk tambahan barang-barang impor disesuaikan. Untuk tingkat bea masuk, sebanyak 35 pos tarif dinaikkan, 44 pos tarif diturunkan dan 2 pos tarif diubah klasifikasinya. Sedangkan tingkat bea masuk tambahan sebanyak 80 pos tarif dinaikkan, 81 pos tarif diturunkan, dan sebanyak 184 pos tarif dihapuskan. Selanjutnya tata niaga, klasifikasi tarif, tingkat bea masuk dan tingkat bea masuk tambahan barang-barang impor seperti karpet dan permadani, produk kimia dan tekstil tertentu, serta komponen/suku cadang untuk perbaikan dan pemeliharaan pesawat terbang disempurnakan kembali.
Untuk menumbuhkan usaha jasa industri baru dalam kemam-puan rekondisi mesin sekaligus mengurangi biaya investasi, impor mesin, peralatan dan barang modal bekas pakai dibebaskan. Dengan demikian mulai bulan Juli 1992 barang-barang tersebut, selama tidak tercantum dalam daftar negatif yang disusun oleh Departemen Per-industrian, dapat diimpor langsung oleh perusahaan pemakai ataupun oleh perusahaan rekondisi. Sedangkan pemeriksaan atas barang-barang impor tersebut dilakukan oleh PT Sucofindo dan PT Surveyor Indonesia.

Selanjutnya untuk meningkatkan tertib administrasi, peng-awasan dan pengamanan dokumen impor, pada bulan Pebruari 1993 bentuk dan isi dokumen Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD) disempurnakan. Terhitung 60 hari sejak dikeluarkannya kebijaksanaan tersebut, dokumen PIUD dapat dibedakan menjadi 8 jenis sesuai dengan jenis fasilitas impor yang diperoleh.

Di samping itu untuk menunjang penanaman modal, mening-katkan perdagangan dalam negeri dan luar negeri, serta untuk me-ningkatkan kegiatan ekonomi, pada bulan Pebruari 1993 diberla-kukan ketentuan khusus mengenai Entreport Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE), suatu tempat atau ruang di wilayah pabean Indone-sia untuk penyimpanan barang (warehousing) dan pengolahan barang. Mulai bulan tersebut, diberlakukan ketentuan-ketentuan khusus yaitu: (1) Bea Masuk (BM), Bea Masuk Tambahan (BMT), Cukai, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) terhadap barang yang dimasukkan dari luar daerah pabean ditangguhkan; (2) Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) tidak dipungut; sedangkan (3) untuk penyerahan dalam negeri penye¬lesaian pungutan-pungutan yang terhutang dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku. Perusahaan atau industri yang dapat ditetapkan sebagai EPTE adalah perusahaan yang berdomisili di luar ataupun di dalam Kawasan Industri di wilayah pabean Indonesia.

Khusus mengenai pinjaman luar negeri, pada bulan Maret 1992 Pemerintah Indonesia mengambil keputusan untuk mem-bubarkan Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI) yang dike-tuai oleh pemerintah Belanda. Sikap tegas tersebut menunjukkan bahwa Indonesia selalu berpegang teguh kepada pedoman bahwa pinjaman luar negeri tidak boleh disertai dengan ikatan politik, seba-gaimana ditetapkan dalam GBHN. Sebagai gantinya dibentuk Con-sultative Group for Indonesia (CGI) yang diketuai oleh Bank Dunia.

Di bidang jasa jasa, usaha untuk meningkatkan penerimaan devisa dan sekaligus menghemat penggunaannya terus dilanjutkan. Di antara jasa jasa, pariwisata merupakan sumber penerimaan devisa yang makin penting. Untuk itu Indonesia aktif berpartisipasi dalam forum kepariwisataan internasional seperti Tournament of Roses di Amerika Serikat, PATA 1992 di Taiwan, dan World Expo 1992 di Spanyol. Di tingkat nasional tahun 1991 telah ditetapkan sebagai Tahun Kunjungan Wisata Indonesia yang dilanjutkan dengan Tahun Kunjungan ASEAN 1992. Selanjutnya telah ditetapkan pula Dekade Kunjungan Indonesia tahun 1993 sampai tahun 2000. Di samping sektor pariwisata, terus diusahakan peningkatan penerimaan devisa di bidang jasa jasa baru seperti transfer penghasilan dari tenaga kerja Indonesia di luar negeri serta jasa perawatan dan bengkel pesawat terbang milik Garuda Indonesia.

Untuk mendorong penanaman modal swasta, baik Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA), ketentuan-ketentuan mengenai penanaman modal disempurnakan lagi. Paket kebijaksanaan bulan Juli 1992 meliputi antara lain penyederhanaan Daftar Negatif Investasi (DNI), Pengaturan kembali tata cara penanaman modal, dan.penyempurnaan tentang pemanfaatan tanah hak guna usaha dan hak guna bangunan untuk usaha patungan dalam rangka penanaman modal asing. SeLanjutnya paket kebijaksanaan ini juga mengatur proses penyelesaian izin kerja bagi tenaga kerja, asing yang keahliannya belum sepenuhnya dapat diisi oleh tenaga Indonesia.

2. Perkembangan Neraca Pembayaran

Situasi neraca pembayaran selama empat tahun pelaksanaan Repelita V secara umum tetap terkendali dalam batas-batas yang wajar. Perkembangan neraca pembayaran tersebut sangat dipengaruhi oleh perkembangan ekspor, impor dan arus modal luar negeri.

Sejak tahun 1988/89 sampai dengan tahun keempat Repelita V nilai ekspor secara keseluruhan meningkat rata-rata sebesar 15,5% per tahun, dari US$ 19,8 miliar pada tahun 1988/89 menjadi US$ 35,3 miliar pada tahun 1992/93 (lihat Tabel V-1). Peningkatan pertumbuhan ini terutama berasal dari laju pertumbuhan ekspor non migas yang meningkat rata-rata 19,5% per tahun sehingga mencapai US$ 24,8 miliar pada tahun 1992/93. Namun peningkatan laju pertumbuhan ekspor non migas yang pesat ini tidak dibarengi dengan laju pertumbuhan ekspor minyak bumi dan gas alam cair. Selama kurun waktu tersebut, ekspor minyak bumi dan gas alam cair masing-masing hanya meningkat rata-rata sebesar 6,2% dan 11,8% per tahun, atau masing-masing menjadi sebesar US$ 6,4 miliar dan US$ 4,1 miliar pada tahun 1992/93.

Sementara itu, peranan ekspor non migas dalam nilai ekspor keseluruhan semakin mantap sehingga semakin mampu berperan sebagai sumber penerimaan devisa utama. Dalam tiga tahun terakhir ini, peranan ekspor non migas dalam nilai ekspor keseluruhan terus meningkat dari 54,6% pada tahun 1990/91 menjadi 64,0% pada tahun 1991/92 dan menjadi 70,3 % pada tahun 1992/93.

tahun pelaksanaan Repelita V bervariasi -sejalan dengan kegiatan industri dan investasi di dalam negeri. Pada tahun 1992/93 nilai impor keseluruhan mencapai sebesar US$ 27,3 miliar, atau meningkat rata-rata sebesar 17,5% per tahun sejak tahun 1988/89. Dalam dua tahun pertama pelaksanaan Repelita V, suhu perekonomian Indonesia meningkat dan hal ini antara lain tercermin dalam peningkatan impor barang, terutama impor bahan baku/ penolong dan barang modal, yang cukup besar. Nilai impor non migas dalam tahun 1989/90 naik dengan 21,3% dan naik lagi dengan 31,0% dalam tahun 1990/91. Dengan langkah-langkah penyejukan mesin perekonomian yang ditempuh waktu itu, laju pertumbuhan nilai impor non migas dalam dua tahun terakhir dapat diturunkan menjadi 11,4% pada tahun 1991/92 dan 9,7% pada tahun 1992/93.

Pengeluaran devisa neto untuk jasa jasa naik rata-rata sebesar 9,4% per tahun dari sebesar US$ 7,4 miliar pada tahun 1988/89 menjadi sebesar US$ 10,5 miliar pada tahun 1992/93. Kenaikan ini terutama berasal dari jasa jasa sektor non migas dan sektor gas alam cair yang masing-masing meningkat rata-rata sebesar 10,1 % dan 15,3 % per tahun. Dalam kurun waktu yang sama, penerimaan jasa jasa dari sektor pariwisata meningkat cukup pesat yaitu dari sebesar US$ 1,4 miliar pada tahun 1988/89 menjadi sebesar US$ 3,3 miliar pada tahun 1992/93.

Perkembangan ekspor dan impor barang dan jasa tersebut di atas mengakibatkan besarnya defisit transaksi berjalan Indonesia dari tahun ke tahun bervariasi. Pada tahun 1988/89 defisit transaksi ber-jalan adalah sebesar US$ 1,9 miliar, dan karena peningkatan suhu perekonomian jumlah ini meningkat menjadi US$ 3,7 miliar pada tahun 1990/91 dan US$ 4,4 miliar pada tahun 1991/92. Selanjutnya defisit transaksi berjalan turun menjadi US$ 2,6 miliar pada tahun 1992/93.

Dalam 5 tahun terakhir, pinjaman di sektor Pemerintah turun dari US$ 6.588 juta pada tahun 1988/89 menjadi US$ 5.755 juta pada tahun 1992/93. Hal ini dimungkinkan oleh keberhasilan
peningkatan ekspor non migas dan mobilisasi sumber-sumber dana dari dalam negeri. Pinjaman terbesar diperoleh dalam bentuk bantu-an proyek bersyarat lunak, di samping bentuk-bentuk pinjaman lain-nya dan bantuan program. Sementara itu, karena banyak pinjaman yang sudah jatuh waktu, pelunasan pfnjaman Pemerintah naik dari US$ 3,8 miliar pada tahun 1988/89 menjadi US$ 4,8 miliar pada tahun 1992/93.

Di sektor swasta, pemasukan modal (neto) sejak tahun 1988/89 menunjukkan peningkatan cukup cepat sampai dengan tahun 1990/91, kemudian melambat berkat adanya kebijaksanaan pengen-dalian moneter untuk mendinginkan suhu perekonomian. Di antara transaksi modal tersebut penanaman modal asing meningkat pesat dari US$ 878 juta dalam tahun 1988/89 menjadi hampir US$ 2,5 miliar dalam tahun 1992/93. Dalam tiga tahun terakhir modal lain-nya (neto) mengalami penurunan cukup besar yaitu dari US$ 3,6 miliar pada tahun 1990/91 menjadi sebesar US$ 1,3 miliar pada tahun 1992/93.

Semua perkembangan tersebut di atas telah menyebabkan cadangan devisa meningkat dari US$ 6.011 juta pada tahun 1988/89 menjadi sebesar US$ 11.981 juta pada akhir tahun 1992/93. Jumlah cadangan devisa ini cukup untuk membiayai impor (c & f) non migas selama 5,5 bulan.


D. EKSPOR

Seperti disebutkan di atas, perkembangan ekspor secara kese¬luruhan sejak tahun 1988/89 sampai dengan tahun 1992/93 menun¬jukkan kecenderungan yang meningkat. Seperti terlihat pada Tabel V-1, nilainya dalam tahun 1992/93 telah mencapai US$ 35,3 miliar, atau meningkat rata-rata sebesar 15,5% setiap tahunnya. Peningkat-an yang cukup tinggi tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan ekspor non migas dan ekspor gas (LNG dan LPG) sementara ekspor minyak bumi menunjukkan laju pertumbuhan yang melambat.

sebesar 19,5% sehingga mencapai US$ 24,8 miliar pada tahun 1992/93. Laju pertumbuhan ekspor non migas yang cukup tinggi ini merupakan sukses tersendiri mengingat dalam periode yang sama perekonomian dunia masih ditandai oleh kelesuan. Adanya pening¬katan yang relatif cepat tersebut tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan Iangkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi dalam mengefisienkan perekonomian, diversifikasi produk ekspor, dan usaha lainnya, sehingga dapat mendorong peningkatan daya saing ekspor non migas. Berbagai faktor yang mempengaruhi ekspor non migas, baik internal maupun eksternal, juga terus diikuti perkem¬bangannya sekaligus diupayakan pemecahannya agar ekspor non migas dapat terus meningkat.

Selain langkah-langkah kebijakan tersebut di atas, dilanjutkan upaya peningkatan ekspor melalui cara imbal beli dengan beberapa negara, yang pada hakekatnya dimaksudkan untuk mengembangkan ekspor non migas, baik dalam bentuk peningkatan volume ekspor maupun dalam jumlah eksportir, jumlah negara tujuan ekspor, jenis komoditi ekspor dan transaksi ekspor lainnya, sehingga pada gilirannya akan meningkatkan realisasi nilai ekspor non migas.

Perkembangan nilai ekspor non migas menunjukkan gambaran sebagai berikut.

Selama 4 tahun terakhir ini ekspor tekstil dan pakaian jadi meningkat pesat menjadi lebih dari 3,5 kali dari US$ 1.570,7 juta dalam tahun 1988/89 menjadi US$ 5.527,1 juta dalam tahun 1992/93, atau meningkat dengan rata-rata 37,0% per tahun (lihat Tabel V-4). Keberhasilan ekspor tekstil dan pakaian jadi tersebut terutama karena didukung oleh usaha perluasan pasar, perbaikan mutu, diversifikasi produksi tekstil, dan penanaman modal asing, yang secara bertahap terus dikembangkan.

Sementara itu, nilai ekspor kayu lapis meningkat dari US$ 2.095,0 juta dalam tahun 1988/89 menjadi US$ 2:861,3 juta
dalam tahun 1992/93, atau meningkat rata-rata sebesar 8,1 % per tahun. Rendahnya peningkatan tersebut antara lain disebabkan oleh adanya kebijaksanaan diskriminatif yang dilakukan oleh Jepang dan pembatasan penggunaan produk-produk kayu yang berasal dari kayu tropis oleh negara-negara Eropa Barat.

Nilai ekspor hasil tambang di luar timah dan aluminium meningkat dari US$ 1.089,6 juta dalam tahun 1988/89 menjadi US$ 1.529,6 juta dalam tahun 1992/93, atau meningkat rata-rata sebesar 8,8% per tahun. Perkembangan tersebut didukung oleh meningkatnya ekspor beberapa hasil tambang utama, yaitu tembaga, batu bara dan emas, sejalan dengan peningkatan kapasitas produksi hasil-hasil tambang tersebut.

Dalam tahun 1992/93 nilai ekspor udang, ikan dan hasil hewan lainnya hanya sebesar US$ 1.120,8 juta, atau turun sebesar 2,6% bila dibandingkan dengan tahun 1991/92. Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya harga dari salah satu komoditi penting dalam kelompok ini, yaitu udang, sebagai akibat adanya kelebihan pasokan di pasaran Jepang dengan masuknya udang putih dari RRC. Selain itu, masih ditemui adanya hambatan berupa tingginya bea masuk ke pasaran Eropa serta masuknya produk udang Indonesia dalam daftar hitam karena adanya anggapan bahwa Indonesia masih merupakan daerah rawan wabah penyakit kolera.

Sementara itu, pertumbuhan ekspor karet cenderung melambat. Nilai ekspornya dalam tahun 1992/93 hanya sebesar US$ 941,0 juta, atau hanya meningkat sebesar 0,9% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan ini terutama karena melemahnya harga karet yang antara lain disebabkan oleh kegagalan Sidang Organisasi Karet Alam Internasional (INRO) dalam merumuskan ketentuan mengenai mekanisme harga.

Nilai ekspor hasil-hasil industri pengolahan yang paling menonjol adalah nilai ekspor alat listrik. Selama 4 tahun terakhir, nilai ekspornya mengalami peningkatan secara berturut-turut sebesar

V/24
66,2% pada tahun 1989/90, 47,1 % pada tahun 1990/91, 110,3 % pada tahun 1991/92, dan 61,5 % pada tahun 1992/93, sehingga pada tahun 1992/93 nilainya mencapai US$ 878,0 juta. Peningkatan tersebut terutama karena perluasan pasar, peningkatan volume ekspor, dan peningkatan kapasitas produksi di dalam negeri. Ekspornya terutama ditujukan ke Singapura, Malaysia dan Amerika Serikat.

Dalam pada itu, nilai ekspor kerajinan tangan berupa kain tenun/sulaman, barang kerajinan dari kayu dan anyam-anyaman, juga mengalami peningkatan. Dibanding dengan tahun sebelumnya peningkatan ekspor komoditi ini adalah sebesar 36,0% pada tahun 1989/90, 42,1 % pada tahun 1990/91, 37,2% pada tahun 1991/92, dan 11,9% pada tahun 1992/93.

Sebaliknya, perkembangan ekspor kopi selama 4 tahun terakhir ini terus menurun. Nilainya adalah sebesar US$ 570,6 juta dalam tahun 1988/89 dan terus menurun sehingga menjadi US$ 348,8 juta dalam tahun 1992/93. Penurunan ini disebabkan oleh semakin menurunnya volume ekspor, serta terus menurunnya harga kopi di pasar internasional.

Ekspor minyak sawit dan biji kelapa sawit dalam 3 tahun terakhir terus meningkat. Dibanding dengan tahun sebelumnya peningkatan ekspor komoditi ini adalah sebesar 1,8% pada tahun 1990/91, 23,0% pada tahun ' 1991/92, dan 36,4% pada tahun 1992/93. Peningkatan ini terutama berketiaan dengan meningkatnya produksi, dihapuskannya tata niaga ekspor kelapa sawit serta berkurangnya pasokan minyak kedele dan minyak kelapa di pasaran internasional.

Ekspor alas kaki merupakan salah satu komoditi penting dari ekspor hasil-hasil lainnya dan menunjukkan perkembangan yang pesat. Pada tahun 1988/89 nilai ekspornya baru mencapai US$ 110,8 juta, tetapi pada tahun 1992/93 telah mencapai US$ 1,5 miliar. Peningkatan yang cukup pesat ini antara lain disebabkan oleh
meningkatnya produksi sebagai hasil relokasi industri sepatu terutama relokasi perusahaan Korea Selatan yang mendominasi produk sepatu olahraga.

Sementara itu, harga rata-rata minyak bumi Indonesia yang dicapai selama tahun 1992/93 adalah sebesar US$ 18,61 per barel dengan volume ekspor sebesar 348,3 juta barel. Nilai ekspornya pada tahun itu hanya mencapai US$ 6,4 miliar, atau turun dengan 7,4 % dibandingkan tahun sebelumnya.

Di lain pihak ekspor gas alam cair (LNG dan LPG) menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Selama 4 tahun terakhir nilai ekspornya meningkat dari US$ 2.633,0 juta dalam tahun 1988/89 menjadi US$ 4.118,0 juta dalam tahun 1992/93, atau meningkat dengan rata-rata 11,8% per tahun. Perkembangan ini menuju pula ke arah diversifikasi ekspor migas sehingga mengurangi ketergantungan pada ekspor minyak bumi.


E. IMPOR DAN JASA-JASA

Perkembangan impor selama 4 tahun pelaksanaan Repelita V berkaitan erat dengan laju pertumbuhan produksi di dalam negeri, yang berarti semakin besarnya kebutuhan akan impor bahan baku dan penolong serta barang-barang modal sesuai dengan tahap-tahap pembangunan. Usaha pemerintah untuk menyehatkan perekonomian melalui kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi di bidang perdagangan telah pula mempengaruhi laju pertumbuhan impor.

Pada tahun 1992/93 keseluruhan nilai impor (f.o.b.) telah mencapai US$ 27,3 miliar, atau meningkat rata-rata per tahun sebesar 17,5 % sejak tahun 1988/89 (Tabel V-1). Impor non migas pada periode yang sama meningkat rata-rata sebesar 18,0% per tahun dari US$ 12,2 miliar pada tahun 1988/89 menjadi US$ 23,8 miliar pada tahun 1992/93, sedangkan impor migas meningkat rata-rata sebesar 14,5 % per tahun sehingga mencapai US$ 3,5 miliar.
Perkembangan dari beberapa komoditi impor non migas (c.i.f.) menurut golongan ekonomi yang diolah oleh Biro Pusat Statistik adalah sebagai berikut (Tabel V-6 dan Tabel V-7).
Komposisi impor barang konsumsi dalam tahun 1992 meningkat sedikit dari tahun 1991, yaitu dari 3,9% menjadi 4,6%. Barang dalam kelompok ini yang menunjukkan peningkatan terbesar adalah impor pangan dan minuman, yaitu dari US$ 235,8 juta menjadi US$ 419,9 juta, sebagai penunjang kunjungan wisatawan mancanegara.
Sementara itu, dominasi impor non migas dalam tahun 1992 masih dipegang oleh impor bahan baku/penolong, yang peranannya meningkat dari 63,5% dalam tahun 1991 menjadi 66,1 % dalam tahun 1992. Kenaikan impornya terjadi antara lain pada komoditi bahan baku industri pangan dan minuman sebesar 15,8%, bahan baku industri lainnya sebesar 11,4%, serta suku cadang dan perlengkapan sebesar 9,6%.
Selanjutnya, walaupun peranan impor barang modal menurun dari 32,6% dalam tahun 1991 menjadi 29,3% dalam tahun 1992, namun terjadi peningkatan pada barang-barang seperti peralatan listrik sebesar 65,9%, mesin pembangkit tenaga listrik sebesar 50,1 %, dan alat telekomunikasi sebesar 39,1 %. Sedangkan impor alat pengangkutan turun sangat tajam sebesar 37,8%.
Perkembangan tersebut di atas mencerminkan makin banyak-nya barang-barang konsumsi yang diproduksikan di dalam negeri dan makin mendalamnya serta makin meluasnya kegiatan industri peng-olahan yang dilakukan di dalam negeri. Hal ini sejalan dengan pesatnya pengembangan industri dalam negeri.
Dalam pada itu, berbagai kebijaksanaan di bidang jasa jasa, terutama yang berkaitan dengan penerimaan devisa, terus disempur-nakan. Seperti terlihat dalam Tabel V-1 dalam tahun 1992/93 pengeluaran neto untuk jasa jasa telah mencapai US$ 10.548 juta,
atau meningkat sebesar 13,9% dibandingkan dengan tahun sebelum-nya. Di sektor migas, pengeluaran jasa jasa neto telah meningkat dengan 13,3 % , yaitu dari US$ 3.001 juta pada tahun 1991/92 men-jadi US$ 3.399 juta pada.tahun 1992/93. Ini terutama disebabkan oleh meningkatnya biaya produksi minyak bumi.
Sementara itu, pengeluaran neto untuk impor jasa jasa di sektor non migas telah pula meningkat dari US$ 6.262 juta pada tahun 1991/92 menjadi US$ 7.149 juta pada tahun 1992/93, atau meningkat sebesar 14,2 % dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan yang cukup tinggi ini te.rutama disebabkan oleh meningkatnya pembayaran bunga pinjaman luar negeri, biaya angkutan barang impor, dan menurunnya penerimaan bunga bank-bank devisa. Dalam pada itu, penerimaan devisa dari sektor pariwisata meningkat sebesar 27,4%, yaitu dari US$ 2.602 juta dalam tahun 1991/92 menjadi US$ 3.314 juta dalam tahun 1992/93.
F. PERKEMBANGAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH
Sebagaimana digariskan dalam GBHN, pinjaman luar negeri sebagai sumber pembiayaan pelengkap dalam pembangunan, tidak boleh disertai dengan ikatan politik apapun, dan harus dimanfaatkan secara hati-hati, baik mengenai jumlah, persyaratan maupun penggunaannya, serta digunakan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian ekonomi nasional di kemudian hari.

Dalam tahun 1992/93 persetujuan pinjaman luar negeri Pemerintah mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu dari US$ 9.121,4 juta menjadi US$ 7.018,8 juta. Persetujuan pinjaman lunak yang terdiri dari Fast Disbursing Assistance dan bantuan proyek meningkat dari US$ 5.255,1 juta dalam tahun 1991/92 menjadi US$. 5.498,7 juta dalam tahun 1992/93. Di lain pihak, persetujuan pinjaman proyek lainnya, yang terdiri dari kredit ekspor dan kredit komersial menurun dari
US$ 3.466,3 juta dalam tahun 1991/92 menjadi US$ 1.520,1 juta dalam tahun 1992/93. Dalam pada itu, pinjaman tunai (komersial) mulai tahun 1992/93 ditiadakan (lihat Tabel V-8).
Ditinjau dari komposisi pinjaman, pinjaman luar negeri Pemerintah sebagian besar tetap dalam bentuk pinjaman lunak. Peranan pinjaman lunak telah meningkat dari 57,6% pada tahun 1991/92 menjadi 78,3% pada tahun 1992/93 seperti terlihat pada Tabel V-9. Perkembangan tersebut merupakan perwujudan dari kebi¬jaksanaan pinjaman luar negeri yang berhati-hati dengan senantiasa memperhatikan kemampuan untuk membayar kembali.

Pelunasan pokok dan pembayaran bunga pinjaman meningkat terus dari US$ 6.328 juta dalam tahun 1988/89 menjadi US$ 7.535 juta dalam tahun 1992/93. Perkembangan ini sejalan dengan meningkatnya proyek-proyek yang dibangun dan memadatnya jatuh waktu pinjaman.

Sementara itu, perbandingan antara jumlah pelunasan pinjaman luar negeri Pemerintah terhadap ekspor (Debt Service Ratio) terus menurun, dari 31,9% dalam tahun 1988/89 menjadi 21,3% dalam tahun 1992/93.

Sumber:
http://www.bps.go.id/brs_file/exim-01sep09.pdf

perekonomian indonesia bab 12

KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI


A. Teori Perdagangan Internasional
I. TEORI KLASIK
• Absolute Advantage dari Adam Smith
Teori Absolute Advantage lebih mendasarkan pada besaran/variabel riil bukan moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin banyak tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut (Labor Theory of value )
Teori absolute advantage Adam Smith yang sederhana menggunakan teori nilai tenaga kerja, Teori nilai kerja ini bersifat sangat sederhana sebab menggunakan anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogeny serta merupakan satu-satunya factor produksi. Dalam kenyataannya tenaga kerja itu tidak homogen, factor produksi tidak hanya satu dan mobilitas tenaga kerja tidak bebas. dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut: Misalnya hanya ada 2 negara, Amerika dan Inggris memiliki faktor produksi tenaga kerja yang homogen menghasilkan dua barang yakni gandum dan pakaian. Untuk menghasilkan 1 unit gandum dan pakaian Amerika membutuhkan 8 unit tenaga kerja dan 4 unit tenaga kerja. Di Inggris setiap unit gandum dan pakaian masing-masing membutuhkan tenaga kerja sebanyak 10 unit dan 2 unit.
Banyaknya Tenaga Kerja yang Diperlukan untuk Menghasilkan per Unit
Produksi Amerika Inggris
Gandum 8 10
Pakaian 4 2
Dari tabel diatas nampak bahwa Amerika lebih efisien dalam memproduksi gandum sedang Inggris dalam produksi pakaian. 1 unit gandum diperlukan 10 unit tenaga kerja di Inggris sedang di Amerika hanya 8 unit. (10 > 8 ). 1 unit pakaian di Amerika memerlukan 4 unit tenaga kerja sedang di Inggris hanya 2 unit. Keadaan demikian ini dapat dikatakan bahwa Amerika memiliki absolute advantage pada produksi gandum dan Inggris memiliki absolute advantage pada produksi pakaian. Dikatakan absolute advantage karena masing-masing negara dapat menghasilkan satu macam barang dengan biaya yang secara absolut lebih rendah dari negara lain.
Kelebihan dari teori Absolute advantage yaitu terjadinya perdagangan bebas antara dua negara yang saling memiliki keunggulan absolut yang berbeda, dimana terjadi interaksi ekspor dan impor hal ini meningkatkan kemakmuran negara. Kelemahannya yaitu apabila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut maka perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada keuntungan.
• Comparative Advantage : JS Mill
Teori ini menyatakan bahwa suatu Negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative diadvantage(suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar )
Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut. Contoh :
Produksi 10 orang dalam 1 minggu
Produksi Amerika Inggris
Gandum 6 bakul 2 bakul
Pakaian 10 yard 6 yard
Menurut teori ini perdagangan antara Amerika dengan Inggris tidak akan timbul karena absolute advantage untuk produksi gandum dan pakaian ada pada Amerika semua. Tetapi yang penting bukan absolute advantagenya tetapi comparative Advantagenya.
Besarnya comparative advantage untuk Amerika , dalam produksi gandum 6 bakul disbanding 2 bakul dari Inggris atau =3 : 1. Dalam produksi pakaian 10 yard dibanding 6 yard dari Inggris atau 5/3 : 1. Disini Amerika memiliki comparative advantage pada produksi gandum yakni 3 : 1 lebih besar dari 5/3 : 1.
Untuk Inggris, dalam produksi gandum 2 bakul disbanding 6 bakul dari Amerika atau 1/3 : 1. Dalam produksi pakaian 6 yard dari Amerika Serikat atau = 3/5: 1. Comparative advantage ada pada produksi pakaian yakni 3/5 : 1 lebih besar dari 1/3 : 1. Oleh karena itu perdagangan akan timbul antara Amerika dengan Inggris, dengan spesialisasi gandum untuk Amerika dan menukarkan sebagian gandumnya dengan pakaian dari Inggris. Dasar nilai pertukaran (term of Trade ) ditentukan dengan batas - batas nilai tujar masing - masing barang didalam negeri.
Kelebihan untuk teori comparative advantage ini adalah dapat menerangkan berapa nilai tukar dan berapa keuntungan karena pertukaran dimana kedua hal ini tidak dapat diterangkan oleh teori absolute advantage.
II. COMPARATIVE COST DARI DAVID RICARDO
1. Cost Comparative Advantage ( Labor efficiency )
Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana Negara tersebut dapat berproduksi relative lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relative kurang/tidak efisien. Berdasarkan contoh hipotesis dibawah ini maka dapat dikatakan bahwa teori comparative advantage dari David Ricardo adalah cost comparative advantage.
Data Hipotesis Cost Comparative
Negara Produksi 1 Kg gula 1 m Kain
Indonesia 3 hari kerja 4 hari kerja
China 6 hari kerja 5 hari kerja
Indonesia memiliki keunggulan absolute dibanding Cina untuk kedua produk diatas, maka tetap dapat terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan kedua Negara melalui spesialisasi jika Negara-negara tersebut memiliki cost comparative advantage atau labor efficiency.
Berdasarkan perbandingan Cost Comparative advantage efficiency, dapat dilihat bahwa tenaga kerja Indonesia lebih effisien dibandingkan tenaga kerja Cina dalam produksi 1 Kg gula ( atau hari kerja ) daripada produksi 1 meter kain ( hari bkerja) hal ini akan mendorong Indonesia melakukan spesialisasi produksi dan ekspor gula.
Sebaliknya tenaga kerja Cina ternyata lebih effisien dibandingkan tenaga kerja Indonesia dalam produksi 1 m kain ( hari kerja ) daripada produksi 1 Kg gula ( hari kerja) hal ini mendorong cina melakukan spesialisasi produksi dan ekspor kain.
2. Production Comperative Advantage ( Labor produktifiti)
Suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang / tidak produktif
Walaupun Indonesia memiliki keunggulan absolut dibandingkan cina untuk kedua produk, sebetulnya perdagangan internasional akan tetap dapat terjadi dan menguntungkan keduanya melalui spesialisasi di masing-masing negara yang memiliki labor productivity. kelemahan teori klasik Comparative Advantage tidak dapat menjelaskan mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi antara 2 negara. Sedangkan kelebihannya adalah perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat terjadi walaupun hanya 1 negara yang memiliki keunggulan absolut asalkan masing-masing dari negara tersebut memiliki perbedaan dalam cost Comparative Advantage atau production Comparative Advantage.
Teori ini mencoba melihat kuntungan atau kerugian dalam perbandingan relatif. Teori ini berlandaskan pada asumsi:
1. Labor Theory of Value, yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang tersebut, dimana nilai barang yang ditukar seimbang dengan jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk memproduksinya.
2. Perdagangna internasional dilihat sebagai pertukaran barang dengan barang.
3. Tidak diperhitungkannya biaya dari pengangkutan dan lain-lain dalam hal pemasaran
4. Produksi dijalankan dengan biaya tetap, hal ini berarti skala produksi tidak berpengaruh.
Faktor produksi sama sekali tidak mobile antar negara. Oleh karena itu , suatu negara akan melakukan spesialisasi dalam produksi barang-barang dan mengekspornya bilamana negara tersebut mempunyai keuntungan dan akan mengimpor barang-barang yang dibutuhkan jika mempunyai kerugian dalam memproduksi.
Paham klasik dapat menerangkan comparative advantage yang diperoleh dari perdagangan luar negeri timbul sebagai akibat dari perbedaan harga relatif ataupun tenaga kerja dari barang-barang tersebut yang diperdagangkan.
III. TEORI MODERN
Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa pola perdagangan dengan baik, negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang relatif melimpah secara intensif
Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan komparatif adalah:
1. Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi didalam suatu negara.
2. Faktor intensity, yaitu teksnologi yang digunakan didalam proses produksi, apakah labor intensity atau capital intensity.
A. The Proportional Factors Theory
Teori modern Heckescher-ohlin atau teori H-O menggunakan dua kurva pertama adalah kurva isocost yaitu kurva yang menggabarkan total biaya produksi yang sama. Dan kurva isoquant yaitu kurva yang menggabarkan total kuantitas produk yang sama. Menurut teori ekonomi mikro kurva isocost akan bersinggungan dengan kurva isoquant pada suatu titik optimal. Jadi dengan biaya tertentu akan diperoleh produk yang maksimal atau dengan biaya minimal akan diperoleh sejumlah produk tertentu.
Analisis teori H-O :
a. Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing Negara
b. Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilkinya.
c. Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya
d. Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya
Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama maka harga barang yang sejenis akan sama pula sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.
B. Paradoks Leontief
Wassily Leontief seorang pelopor utama dalam analisis input-output matriks, melalui study empiris yang dilakukannya pada tahun 1953 menemukan fakta, fakta itu mengenai struktur perdagangan luar negri (ekspor dan impor). Amerika serikat tahun 1947 yang bertentangan dengan teori H-O sehingga disebut sebagai paradoks leontief
Berdasarkan penelitian lebiih lanjut yang dilakukan ahli ekonomi perdagangan ternyata paradox liontief tersebut dapat terjadi karena empat sebab utama yaitu :
a. Intensitas faktor produksi yang berkebalikan
b. Tariff and Non tariff barrier
c. Pebedaan dalam skill dan human capital
d. Perbedaan dalam faktor sumberdaya alam
Kelebihan dari teori ini adalah jika suatu negara memiliki banyak tenaga kerja terdidik maka ekspornya akan lebih banyak. Sebaliknya jika suatu negara kurang memiliki tenaga kerja terdidik maka ekspornya akan lebih sedikit.
C. Teori Opportunity Cost
Opportunity Cost digambarkan sebagai production possibility curve ( PPC ) yang menunjukkan kemungkinan kombinasi output yang dihasilkan suatu Negara dengan sejumlah faktor produksi secara full employment. Dalam hal ini bentuk PPC akan tergantung pada asusmsi tentang Opportunity Cost yang digunakan yaitu PPC Constant cost dan PPC increasing cost
D. Offer Curve/Reciprocal Demand (OC/RD)
Teori Offer Curve ini diperkenalkan oleh dua ekonom inggris yaitu Marshall dan Edgeworth yang menggambarkan sebagai kurva yang menunjukkan kesediaan suatu Negara untuk menawarkan/menukarkan suatu barang dengan barang lainnya pada berbagai kemungkinan harga.
Kelebihan dari offer curve yaitu masing-masing Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional yaitu mencapai tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
Permintaan dan penawaran pada faktor produksi akan menentukan harga factor produksi tersebut dan dengan pengaruh teknologi akan menentukan harga suatu produk. Pada akhirnya semua itu akan bermuara kepada penentuan comparative advantage dan pola perdagangan (trade pattern) suatu negara. Kualitas sumber daya manusia dan teknologi adalah dua faktor yang senantiasa diperlukan untuk dapat bersaing di pasar internasional. Teori perdagangan yang baik untuk diterapkan adalah teori modern yaitu teori Offer Curve.
2. Perkembangan Ekspor di Indonesia
- Nilai ekspor Indonesia Juli 2009 mencapai US$9,65 miliar atau mengalami peningkatan sebesar 2,85
persen dibanding ekspor Juni 2009. Sebaliknya bila dibanding Juli 2008 mengalami penurunan sebesar
22,98 persen.
Ekspor nonmigas Juli 2009 mencapai US$8,18 miliar, naik 3,14 persen dibanding Juni 2009 sedangkan
dibanding ekspor Juli 2008 menurun 15,21 persen.
Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-Juli 2009 mencapai US$59,72 miliar atau menurun 27,98
persen dibanding periode yang sama tahun 2008, sementara ekspor nonmigas mencapai US$51,08
miliar atau menurun 20,13 persen.
Peningkatan ekspor nonmigas terbesar Juli 2009 terjadi pada bahan bakar mineral sebesar US$525,6
juta, sedangkan penurunan terbesar terjadi pada lemak & minyak hewan/nabati sebesar US$130,6 juta.
Ekspor nonmigas ke Jepang Juli 2009 mencapai angka terbesar yaitu US$974,3 juta, disusul Amerika
Serikat US$942,7 juta dan Cina US$691,6 juta, dengan kontribusi ketiganya mencapai 31,90 persen.
Sementara ekspor ke Uni Eropa ( 27 negara ) sebesar US$1,11 miliar.
Menurut sektor, ekspor hasil industri periode Januari-Juli 2009 turun sebesar 26,64 persen dibanding
periode yang sama tahun 2008, demikian juga ekspor hasil pertanian menurun 11,69 persen, sebaliknya
ekspor hasil tambang dan lainnya naik sebesar 19,79 persen.
3. Tingkat Daya Saing
Daya saing Indonesia di tingkat global masih rendah. Berdasarkan data The Global Competitiveness Report 2010-2011, World Economic Forum, Indonesia berada di peringkat 44, jauh di bawah Malaysia yang menempati peringkat 26, bahkan sangat jauh dibawah Singapura yang berada di peringkat 3.
Hal tersebut diungkapkan Guru Besar Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Pendidikan Indonesia Prof. H. Syihabuddin saat menyampaikan pidato ilmiah pada Upacara Wisuda Gelombang III UPI di Gedung Gymnasium UPI, Jln. Dr. Setiabudhi Bandung, Rabu (15/12).
Menurut Asisten Deputi Urusan Pemberdayaan dan Kerukunan Umat Beragama Kedeputian Pendidikan dan Agama, Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI ini, salah satu penyebab rendahnya daya saing Indonesia karena rendahnya daya saing pendidikan tinggi dan pelatihan yang kini berada di peringkat 69. Pada gilirannya rendahnya peringkat ini juga menyebabkan rendahnya daya saing di bidang keseiapan teknologi yang berada di peringkat 91.

Sumber:
http://murtiningsih.blog.uns.ac.id/2009/10/07/teori-perdagangan-internasional/
http://www.pikiran-rakyat.com/node/129785

perekonomian indonesia bab 11

KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER


1. Peran Pemerintah
- Sebagai pembuat peraturan dan perundang-undangan, pemerintah bersama lembaga legislatif membuat undang-undang yang akan mengatur, mengkoordinir, dan mengawasi semua interaksi pelaku ekonomi dalam melakukan kegiatannya. Contoh : UU Bank Indonesia dan UU Anti Monopoli, UU Wajib Pajak

- Sebagai produsen barang dan jasa publik karena sebagai penyelenggara negara, pemerintah wajib mengadakan berbagai barang publik bagi masyarakat, baik barang yang harus dibayar dalam penggunaannya maupun barang gratis.

- Sebagai pembuat dan penentu kebijakan ekonomi, campur tangan pemerintah ini adalah mengambil kebijakan ekonomi baik kebijakan moneter maupun fiskal, untuk mempengaruhi dan menentukan arah roda perekonomian secara langsung.

4. Kebijakan-Kebijakan Ekonomi Pemerintah

1. Kebijakan moneter

a. Menambah jumlah uang beredar : moneter ekspansif ( monetery ekspansive ) →easy money policy

b. Mengurangi jumlah uang beredar : moneter kontraktif (monetery contractive ) →tight money policy / kebijakan uang ketat

Kebijakan ekonomi pemerintah dalam sektor keuangan nasional, dimana pemerintah harus mengatur, mengendalikan dan mengawasi jumlah uang beredar demi pencapaian arah roda perekonomian yang diinginkan.

Instrumen / alat dalam kebijakan moneter :

a. Tingkat suku bunga (interest rate)

Kebijakan moneter dengan menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga bank.

b. Operasi pasar terbuka (Open market operation)

Kebijakan moneter yang dilakukan dengan menjual / membeli Surat Berharga BI dan atau Surat Berharga Pasar Uang (SPBU)

c. Tingkat Bunga Diskonto (discount rate)

Kebijakan moneter dengan menetapkan tingkat suku bunga bagi pinjaman bank-bank umum kepada Bank Sentral.

d. Cadangan Wajib Minimum / CWM (Reserve requirement ratio)

Kebijakan penetapan ratio cadangan wajib minimum yang harus diserahkan oleh bank-bank umum kepada Bank Sentral untuk disimpan disana sebagai back up likuiditas mereka. Simpanan tersebut tidak berbunga.

e. Himbauan moral (Moral persuasion )

Kebijakan Bank Sentral untuk membujuk para pimpinan bank-bank umum agar berhati-hati dalam pemberian kredit kepada pihak ketiga dan membujuk mereka agar mematuhi ketentuan perundangan perbankan yang berlaku.

Kebijakan moneter seperti ini digolongkan dalam kebijakan moneter kuantitatif atau kebijakan moneter yang implikasinya dapat dikalkulasi atau diestimasi. Sedangkan moral persuasion atau imbauan moral adalah kebijakan moneter kualitatif, karena sifat kebijakan tersebut hanya himbauan dan implikasinya tidak dapat diprediksi, semua aplikasinya sangat tergantung dari kemauan dan niat baik para pemimpin bank-bank umum.

Jika perekonomian lesu, dilakukan kebijakan moneter ekspansif (kebijakan uang longgar) jika perekonomian terjadi inflasi tinggi, maka dilakukan kebijakan moneter kontraktif (kebiajkan uang ketat .

2. Kebijakan Fiskal / Perpajakan

Kebijakan pemerintah untuk menaikkan atau menurunkan anggaran pendapatan dan belanja tahunan pemerintah (APBN), guna mempengaruhi situasi dan kondisi perekonomian kearah yang diinginkan.

Instrumen dalam kebijakan Fiskal adalah kebijakan / penentuan jenis pajak dan tarif pajak (tax). Klasifikasi Pajak :

1. Pajak Objektif
Contoh : PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

2. Pajak Subjektif merupakan jenis pajak yang harus dibayarkan sesuai dengan kemampuan ekonomi subjek pajak.
Contoh : PPh (Pajak Penghasilan)

3. Pajak Langsung merupakan pajak yang dikenakan langsung pada subjek pajak.
Contoh : PPh dan Pajak Bumi Bangunan serta pajak kendaraan bermotor.

4. Pajak Tidak Langsung merupakan beban pajak yang dialihkan dari wajib pajak yang satu ke wajib pajak yang lain.
Contoh : PPn dan PPn Bea Masuk yang harus dibayar oleh pihak produsen, maka pihak produsen membebankan PPn dan PPnBM tersebut kepada konsumen.

Tarif Pajak :

1. Pajak Proporsional

Beban pajak dengan tariff yang tetap

2. Pajak Progresif

Tarif pajak yang makin tinggi bila nilai objek pajaknya semakin tinggi seperti yang tertera dalam UU No 17/2000 mengenai pajak penghasilan. Semakin tinggi penghasilan pribadi yang didapat, semakin tinggi tarif pajak yang harus dibayarkan.



2. Kebijakan Fiskal dan Moneter
Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu)
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
B. Arti Definisi / Pengertian Kebijakan Fiskal (Fiscal Policy)
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran :
1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.
2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
3. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.

Sumber:
http://organisasi.org/definisi-pengertian-kebijakan-moneter-dan-kebijakan-fiskal-instrumen-serta-penjelasannya
http://cindysetiawan.blogspot.com/2010/03/peran-pemerintah-dalam-perekonomian.html
Diposkan oleh Christina.. di 08:42
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

perekonomian indonesia bab 10

PELAKU-PELAKU EKONOMI DALAM SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA

Setiap negara mempunyai permasalahan ekonomi dan setiap negara mempunyai cara tersendiri dalam mengatasinya. Ada negara yang dengan tegas menentukan bahwa pemerintah yang harus mengatasi setiap masalah ekonomi, dan pemerintahlah pula yang mengatur semua kegiatan ekonomi. Sebaliknya ada negara yang berpendapat bahwa dalam mengatasi setiap masalah ekonomi dan mengatur semua kegiatan ekonomi diserahkan pada pihak swasta. Selain itu ada juga negara yang mencari jalan tengah antara keduanya. Bagaimana setiap negara menjawab permasalahan-permasalahan ekonomi menunjukkan sistem ekonomi yang dianutnya. Dalam rangka menjalankan sistem ekonominya, negara akan membutuhkan pelakupelaku ekonomi. Pada pembahasan kali ini akan dijelaskan mengenai bagaimana bentuk-bentuk sistem ekonomi yang ada di dunia dan siapa saja pelaku-pelaku ekonominya.
A. Sistem Ekonomi
1. Pengertian Sistem Ekonomi
Pada saat semester 1, kalian telah mempelajari mengenai kelangkaaan sumber daya. Kelangkaan timbul sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara keinginan manusia untuk mendapatkan barang dan jasa dengan kemampuan faktor-faktor produksi menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi keinginan tersebut. Hal tersebut menjadi masalah pokok ekonomi di setiap negara. Para ahli ekonomi membagi masalah pokok ekonomi yang dihadapi masyarakat ke dalam tiga persoalan, yaitu mengenai hal-hal berikut ini.
a. Apakah barang dan jasa yang harus diproduksi? (What).
b. Bagaimanakah caranya memproduksi barang dan jasa tersebut? (How).
c. Untuk siapakah barang dan jasa tersebut diproduksi? (For Whom).
Jawaban setiap negara atas pertanyaan-pertanyaan tersebut menunjukkan sistem ekonomi yang dianutnya. Dengan demikian, apakah yang dimaksud sistem ekonomi? Sistem ekonomi adalah suatu aturan dan tata cara untuk mengoordinasikan perilaku masyarakat (konsumen, produsen, pemerintah, dan sebagainya) dalam menjalankan kegiatan ekonomi untuk mencapai suatu tujuan. Setiap negara mempunyai sistem perekonomian yang berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi selain oleh ideologi suatu bangsa juga dikarenakan perbedaan budaya dan pandangan politik di setiap negara. Sistem perekonomian yang dianut bangsa Indonesia berbeda dengan sistem perekonomian yang dianut negara Malaysia, Thailand, Australia, Inggris, Italia dan negara-negara di Afrika. Perbedaan-perbedaan sistem ekonomi tersebut, pada dasarnya mengarah pada tujuan-tujuan yang sama berikut ini.
a. Mencapai tingkat kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
b. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
c. Mencapai kestabilan ekonomi dengan kesempatan kerja yang luas.
d. Mengurangi jumlah pengangguran.
e. Pemerataan pendapatan di antara berbagai golongan dan lapisan masyarakat.
2. Macam-Macam Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi yang dianut berbagai negara merupakan hasil perkembangan sejarah serta tanggapan suatu bangsa atas pergolakan zaman. Secara umum sistem ekonomi dalam perekonomian suatu negara dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sistem ekonomi liberal, sistem ekonomi sosialis, dan sistem ekonomi campuran.
a. Sistem Ekonomi Liberal

Sistem ekonomi liberal disebut juga sistem ekonomi pasar bebas atau sistem ekonomi laissez faire. Sistem ekonomi liberal adalah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan sepenuhnya dalam segala bidang perekonomian kepada masing-masing individu untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Filsafat atau ideologi yang menjadi landasan kepada sistem ekonomi liberal adalah bahwa setiap unit pelaku kegiatan ekonomi diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang akan memberikan keuntungan kepada dirinya, maka pada waktu yang sama masyarakat akan memperoleh keuntungan juga. Dengan demikian setiap orang akan bebas bersaing dengan orang lain dalam bidang ekonomi. Adam Smith dalam bukunya yang berjudul The Wealth of Nation (1776) juga menunjukkan bahwa kebebasan berusaha didorong oleh kepentingan ekonomi pribadi merupakan pendorong kuat menuju kemakmuran bangsa. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pasar bebas ini dapat menciptakan efisiensi yang cukup tinggi dalam mengatur kegiatan perekonomian. Mungkin kalian akan bertanya, bagaimanakah peran pemerintah dalam sistem ekonomi liberal? Pemerintah sama sekali tidak campur tangan dan tidak pula berusaha memengaruhi kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat. Seluruh sumber daya yang tersedia dimiliki dan dikuasai oleh anggota-anggota masyarakat dan mereka mempunyai kebebasan penuh untuk menentukan bagaimana sumber-sumber daya tersebut akan digunakan.
Gambaran secara menyeluruh mengenai sistem ekonomi liberal, dapat kalian perhatikan ciri-ciri sistem ekonomi liberal berikut ini.
1) Setiap orang bebas memiliki alat-alat produksi.
2) Adanya kebebasan berusaha dan kebebasan bersaing.
3) Campur tangan pemerintah dibatasi.
4) Para produsen bebas menentukan apa dan berapa yang akan diproduksikan.
5) Harga-harga dibentuk di pasar bebas.
6) Produksi dilaksanakan dengan tujuan mendapatkan laba serta semua kegiatan ekonomi didorong oleh prinsip laba.
Berdasarkan ciri-ciri di atas, sistem ekonomi liberal memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan sistem ekonomi liberal
1) Setiap individu diberi kebebasan memiliki kekayaan dan sumber daya produksi.
2) Individu bebas memilih lapangan pekerjaan dan bidang usaha sendiri.
3) Adanya persaingan menyebabkan kreativitas dari setiap individu dapat berkembang.
4) Produksi barang dan jasa didasarkan pada kebutuhan masyarakat.
Kekurangan sistem ekonomi liberal
1) Muncul kesenjangan yang besar antara yang kaya dan miskin.
2) Mengakibatkan munculnya monopoli dalam masyarakat.
3) Kebebasan mudah disalahgunakan oleh yang kuat untuk memeras pihak yang lemah.
4) Sulit terjadi pemerataan pendapatan.
b . Sistem Ekonomi Sosialis

Sistem ekonomi sosialis disebut juga sistem ekonomi terpusat. Mengapa disebut terpusat? Karena segala sesuatunya harus diatur oleh negara, dan dikomandokan dari pusat. Pemerintahlah yang menguasai seluruh kegiatan ekonomi. Sistem perekonomian sosialis merupakan sistem perekonomian yang menghendaki kemakmuran masyarakat secara merata dan tidak adanya penindasan ekonomi. Untuk mewujudkan kemakmuran yang merata pemerintah harus ikut campur dalam perekonomian. Oleh karena itu hal tersebut mengakibatkan potensi dan daya kreasi masyarakat akan mati dan tidak adanya kebebasan individu dalam melakukan kegiatan ekonomi.
Dasar yang digunakan dalam sistem ekonomi sosialis adalah ajaran Karl Marx, di mana ia berpendapat bahwa apabila kepemilikan pribadi dihapuskan maka tidak akan memunculkan masyarakat yang berkelas-kelas sehingga akan menguntungkan semua pihak. Negara yang menganut sistem ini seperti Rusia, Kuba, Korea Utara, dan negara komunis lainnya. Sistem ekonomi sosialis mempunyai ciri-ciri berikut ini.
1) Semua sumber daya ekonomi dimiliki dan dikuasai oleh negara.
2) Seluruh kegiatan ekonomi harus diusahakan bersama. Semua perusahaan milik negara sehingga tidak ada perusahaan swasta.
3) Segala keputusan mengenai jumlah dan jenis barang ditentukan oleh pemerintah.
4) Harga-harga dan penyaluran barang dikendalikan oleh negara.
5) Semua warga masyarakat adalah karyawan bagi negara.
Seperti halnya sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi sosialis juga mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan sistem ekonomi sosialis
1) Semua kegiatan dan masalah ekonomi dikendalikan pemerintah sehingga pemerintah mudah melakukan pengawasan terhadap jalannya perekonomian.
2) Tidak ada kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin, karena distribusi pemerintah dapat dilakukan dengan merata.
3) Pemerintah bisa lebih mudah melakukan pengaturan terhadap barang dan jasa yang akan diproduksi sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
4) Pemerintah lebih mudah ikut campur dalam pembentukan harga.
Kekurangan sistem ekonomi sosialis.
1) Mematikan kreativitas dan inovasi setiap individu.
2) Tidak ada kebebasan untuk memiliki sumber daya.
3) Kurang adanya variasi dalam memproduksi barang, karena hanya terbatas pada ketentuan pemerintah.
Negara yang menganut sistem ekonomi sosialis sudah tidak ada lagi. Uni Soviet (sekarang Rusia) beserta negara-negara pengikutnya telah gagal dalam menjalankan prinsip sosialisme sebagai cara hidupnya baik secara ekonomi, moral, maupun sosial dan politik. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya kemampuan pemerintah pusat untuk menangani seluruh masalah yang muncul, baik di tingkat pusat maupun ditingkat daerah. Selain itu, pada kenyataannya telah terjadi banyak penyelewengan yang dilakukan oleh pemerintah.
c . Sistem Ekonomi Campuran
Sistem ekonomi campuran merupakan campuran atau perpaduan antara sistem ekonomi liberal dengan sistem ekonomi sosialis. Masalah-masalah pokok ekonomi mengenai barang apa yang akan diproduksi, bagaimana barang itu dihasilkan, dan untuk siapa barang itu dihasilkan, akan diatasi bersama-sama oleh pemerintah dan swasta. Pada sistem ekonomi campuran pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian dalam perekonomian, namun pihak swasta (masyarakat) masih diberi kebebasan untuk menentukan kegiatan-kegiatan ekonomi yang ingin mereka jalankan. Adanya campur tangan dari pemerintah bertujuan untuk menghindari akibat-akibat yang kurang menguntungkan dari sistem liberal, antara lain terjadinya monopoli dari golongan-golongan masyarakat tertentu terhadap sumber daya ekonomi. Apabila kita cermati sebagian besar negara di dunia tidak ada lagi yang menggunakan salah satu sistem ekonomi. Mereka kebanyakan mengombinasikan dari sistem-sistem yang ada sesuai dengan situasi dan tradisi negara yang bersangkutan. Misalnya saja Amerika Serikat yang sangat terkenal dengan sistem ekonomi liberalnya.
Meskipun sistem ekonomi yang mereka tetapkan berpaham liberal, namun pada kenyataannya masih ada campur tangan pemerintah, misalnya dalam hal pembuatan undang-undang antimonopoli. Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai sistem ekonomi campuran, berikut ini ciri-ciri dari sistem ekonami campuran.
1) Sumber-sumber daya yang vital dikuasai oleh pemerintah.
2) Pemerintah menyusun peraturan, perencanaan, dan menetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan di bidang ekonomi.
3) Swasta diberi kebebasan di bidang-bidang ekonomi dalam batas kebijaksanaan ekonomi yang ditetapkan pemerintah.
4) Hak milik swasta atas alat produksi diakui, asalkan penggunaannya tidak merugikan kepentingan umum.
5) Pemerintah bertanggung jawab atas jaminan sosial dan pemerataan pendapatan.
6) Jenis dan jumlah barang diproduksi ditentukan oleh mekanisme pasar.
Dengan demikian, dalam sistem perekonomian campuran ada bidang-bidang yang ditangani swasta dan ada bidang-bidang yang ditangani pemerintah. Sama halnya dengan sistem ekonomi lainnya, sistem ekonomi campuran juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Akan tetapi, kelebihan dan kekurangannya tergantung kepada setiap negara dalam mengatur sistem ekonominya tersebut.
B. Sistem Ekonomi Indonesia
Sistem ekonomi yang dianut oleh setiap bangsa berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan falsafah dan ideologi dari masing-masing negara. Seperti halnya Indonesia, sistem ekonomi yang dianut oleh bangsa Indonesia akan berbeda dengan sistem ekonomi yang dianut oleh Amerika Serikat ataupun negara-negara lainnya. Pada awalnya Indonesia menganut sistem ekonomi liberal, di mana seluruh kegiatan ekonomi diserahkan kepada masyarakat. Akan tetapi karena ada pengaruh komunisme yang disebarkan oleh Partai Komunis Indonesia, maka sistem ekonomi di Indonesia berubah dari sistem ekonomi liberal menjadi sistem ekonomi sosialis.
Pada masa Orde Baru, sistem ekonomi yang dianut oleh bangsa Indonesia diubah kembali menjadi sistem demokrasi ekonomi. Sistem ini bertahan hingga masa Reformasi. Setelah masa Reformasi, pemerintah melaksanakan sistem ekonomi yang berlandaskan ekonomi kerakyatan. Sistem inilah yang masih berlaku di Indonesia. Berikut ini bentuk sistem ekonomi di Indonesia dari masa Orde Baru hingga sekarang.
1. Sistem Ekonomi Demokrasi
Indonesia mempunyai landasan idiil yaitu Pancasila dan landasan konstitusional yaitu UUD 1945. Oleh karena itu, segala bentuk kegiatan
masyarakat dan negara harus berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sistem perekonomian yang ada di Indonesia juga harus berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sistem perekonomian nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 disusun untuk mewujudkan demokrasi ekonomi dan dijadikan dasar pelaksanaan pembangunan ekonomi. Sistem perekonomian Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 disebut sistem ekonomi demokrasi. Dengan demikian sistem ekonomi demokrasi dapat didefinisikan sebagai suatu sistem perekonomian nasional yang merupakan perwujudan dari falsafah Pancasila dan UUD 1945 yang berasaskan kekeluargaan dan kegotongroyongan dari, oleh, dan untuk rakyat di bawah pimpinan dan pengawasan pemerintah.
Pada sistem demokrasi ekonomi, pemerintah dan seluruh rakyat baik golongan ekonomi lemah maupun pengusaha aktif dalam usaha mencapai kemakmuran bangsa. Selain itu, negara berperan dalam merencanakan, membimbing, dan mengarahkan kegiatan perekonomian. Dengan demikian terdapat kerja sama dan saling membantu antara pemerintah, swasta, dan masyarakat.
a. Ciri-Ciri Positif Sistem Ekonomi Demokrasi
Berikut ini ciri-ciri dari sistem ekonomi demokrasi.
1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3) Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
4) Sumber-sumber kekayaan dan keuangan negara digunakan untuk permufakatan lembaga-lembaga perwakilan rakyat, serta pengawasan terhadap kebijakan ada pada lembaga-lembaga perwakilan rakyat pula.
5) Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
6) Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
7) Potensi, inisiatif, dan daya kreasi setiap warga negara dikembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
8) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
b . Ciri-Ciri Negatif Sistem Ekonomi Demokrasi
Selain memiliki ciri-ciri positif, sistem ekonomi demokrasi juga mempunyai hal-hal yang harus dihindarkan.
1) Sistem free fight liberalism, yaitu sistem persaingan bebas yang saling menghancurkan dan dapat menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain sehingga dapat menimbulkan kelemahan struktural ekonomi nasional.
2) Sistem etatisme, di mana negara beserta aparatur ekonomi negara bersifat dominan serta mendesak dan mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor negara.
3) Persaingan tidak sehat dan pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.
2. Sistem Ekonomi Kerakyatan
Sistem ekonomi kerakyatan berlaku di Indonesia sejak terjadinya Reformasi di Indonesia pada tahun 1998. Pemerintah bertekad melaksanakan sistem ekonomi kerakyatan dengan mengeluarkan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999, tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara yang menyatakan bahwa sistem perekonomian Indonesia adalah sistem ekonomi kerakyatan. Pada sistem ekonomi kerakyatan, masyarakat memegang aktif dalam kegiatan ekonomi, sedangkan pemerintah menciptakan iklim yang sehat bagi pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha. Sistem ekonomi kerakyatan mempunyai ciri-ciri berikut ini.
a. Bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan yang sehat.
b. Memerhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai keadilan, kepentingan sosial, dan kualitas hidup.
c. Mampu mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
d. Menjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja.
e. Adanya perlindungan hak-hak konsumen dan perlakuan yang adil bagi seluruh rakyat.
C. Pelaku Utama dalam Sistem Perekonomian Indonesia
Sistem ekonomi kerakyatan sendi utamanya adalah UUD 1945 pasal 33 ayat (1), (2), dan (3). Bentuk usaha yang sesuai dengan ayat (1) adalah koperasi, dan bentuk usaha yang sesuai dengan ayat (2) dan (3) adalah perusahaan negara. Adapun dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi “hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh di tangan seorang”. Hal itu berarti perusahaan swasta juga mempunyai andil di dalam sistem perekonomian Indonesia. Dengan demikian terdapat tiga pelaku utama yang menjadi kekuatan sistem perekonomian di Indonesia, yaitu perusahaan negara (pemerintah), perusahaan swasta, dan koperasi. Ketiga pelaku ekonomi tersebut akan menjalankan kegiatan-kegiatan ekonomi dalam sistem ekonomi kerakyatan. Sebuah sistem ekonomi akan berjalan dengan baik jika pelaku-pelakunya dapat saling bekerja sama dengan baik pula dalam mencapai tujuannya. Dengan demikian sikap saling mendukung di antara pelaku ekonomi sangat dibutuhkan dalam rangka mewujudkan ekonomi kerakyatan.
1. Pemerintah (BUMN)
Pada semester 1 kalian telah mempelajari mengenai pelaku-pelaku ekonomi, di mana negara atau pemerintah termasuk dalam pelaku ekonomi. Selain sebagai pelaku ekonomi negara juga berperan sebagai pengatur kegiatan ekonomi.
a. Pemerintah sebagai Pelaku Kegiatan Ekonomi
Peran pemerintah sebagai pelaku kegiatan ekonomi berarti pemerintah melakukan kegiatan konsumsi, produksi, dan distribusi.
1 ) Kegiatan produksi

Pemerintah dalam menjalankan perannya sebagai pelaku ekonomi, mendirikan perusahaan negara atau sering dikenal dengan sebutan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sesuai dengan UU No. 19 Tahun 2003, BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN dapat berbentuk Perjan (Perusahaan Jawatan), Perum (Perusahaan Umum), dan Persero (Perusahaan Perseroan). Mengenai ciri-ciri dari ketiga bentuk perusahaan negara di atas telah kalian pelajari di kelas VII semester 2. BUMN memberikan kontribusi yang positif untuk perekonomian Indonesia. Pada sistem ekonomi kerakyatan, BUMN ikut berperan dalam menghasilkan barang atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pelaksanaan peran BUMN tersebut diwujudkan dalam kegiatan usaha hampir di seluruh sektor perekonomian, seperti sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, manufaktur, pertambangan, keuangan, pos dan telekomunikasi, transportasi, listrik, industri, dan perdagangan serta konstruksi. BUMN didirikan pemerintah untuk mengelola cabang-cabang produksi dan sumber kekayaan alam yang strategis dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Misalnya PT Dirgantara Indonesia, PT Perusahaan Listrik Negara, PT Kereta Api Indonesia (PT KAI), PT Pos Indonesia, dan lain sebagainya. Perusahaan-perusahaan tersebut didirikan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, serta untuk mengendalikan sektor-sektor yang strategis dan yang kurang menguntungkan. Secara umum, peran BUMN dapat dilihat pada hal-hal berikut ini.
a) Mengelola cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak.
b) Sebagai pengelola bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya secara efektif dan efisien.
c) Sebagai alat bagi pemerintah untuk menunjang kebijaksanaan di bidang ekonomi.
d) Menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat sehingga dapat menyerap tenaga kerja.
2 ) Kegiatan konsumsi
Seperti halnya yang telah kalian pelajari pada bab 8 mengenai pelaku-pelaku ekonomi, pemerintah juga berperan sebagai pelaku konsumsi. Pemerintah juga membutuhkan barang dan jasa untuk menjalankan tugasnya. Seperti halnya ketika menjalankan tugasnya dalam rangka melayani masyarakat, yaitu mengadakan pembangunan gedung-gedung sekolah, rumah sakit, atau jalan raya. Tentunya pemerintah akan membutuhkan bahan-bahan bangunan seperti semen, pasir, aspal, dan sebagainya. Semua barang-barang tersebut harus dikonsumsi pemerintah untuk menjalankan tugasnya. Contoh-contoh mengenai kegiatan konsumsi yang dilakukan pemerintah masih banyak, seperti membeli barang-barang untuk administrasi pemerintahan, menggaji pegawai-pegawai pemerintah, dan sebagainya.
3 ) Kegiatan distribusi

Selain kegiatan konsumsi dan produksi, pemerintah juga melakukan kegiatan distribusi. Kegiatan distribusi yang dilakukan pemerintah dalam rangka menyalurkan barang-barang yang telah diproduksi oleh perusahaanperusahaan negara kepada masyarakat. Misalnya pemerintah menyalurkan sembilan bahan pokok kepada masyarakat-masyarakat miskin melalui BULOG. Penyaluran sembako kepada masyarakat dimaksudkan untuk membantu masyarakat miskin memenuhi kebutuhan hidupnya. Kegiatan distribusi yang dilakukan oleh pemerintah harus lancar. Apabila kegiatan distribusi tidak lancar akan memengaruhi banyak faktor seperti terjadinya kelangkaan barang, harga barang-barang tinggi, dan pemerataan pembangunan kurang berhasil. Oleh karena itu, peran kegiatan distribusi sangat penting.
b . Pemerintah sebagai Pengatur Kegiatan Ekonomi
Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di bidang ekonomi tidak hanya berperan sebagai salah satu pelaku ekonomi, akan tetapi pemerintah juga berperan dalam merencanakan, membimbing, dan mengarahkan terhadap jalannya roda perekonomian demi tercapainya tujuan pembangunan nasional. Dalam rangka melaksanakan peranannya tersebut pemerintah menempuh kebijaksanaan-kebijaksanaan berikut ini.
1 ) Kebijaksanaan dalam dunia usaha Usaha untuk mendorong dan memajukan dunia usaha, pemerintah melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan berikut ini.
a) Pemerintah mengeluarkan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
b) Pemerintah mengeluarkan UU No. 7 Tahun 1992 mengatur tentang Usaha Perbankan.
c) Pemerintah mengubah beberapa bentuk perusahaan negara agar tidak menderita kerugian, seperti Perum Pos dan Giro diubah menjadi PT Pos Indonesia, Perjan Pegadaian diubah menjadi Perum Pegadaian.
2 ) Kebijaksanaan di bidang perdagangan
Di bidang perdagangan, pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan berupa kebijaksanaan ekspor dan kebijaksanaan impor. Pemerintah menetapkan kebijakan ekspor dengan tujuan untuk memperluas pasar di luar negeri dan meningkatkan daya saing terhadap barang-barang luar negeri. Adapun kebijakan impor dimaksudkan untuk menyediakan barang-barang yang tidak bisa diproduksi dalam negeri, pengendalian impor, dan meningkatkan daya saing.
3 ) Kebijaksanaan dalam mendorong kegiatan masyarakat Kebijaksanaan pemerintah dalam mendorong kegiatan masyarakat mencakup hal-hal berikut ini.
a) Meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana umum.
b) Kebijaksanaan menyalurkan kredit kepada pengusaha kecil dan petani.
c) Kebijaksanaan untuk memperlancar distribusi hasil produksi.
2. Swasta (BUMS)

BUMS adalah salah satu kekuatan ekonomi di Indonesia. BUMS merupakan badan usaha yang didirikan dan dimiliki oleh pihak swasta. Tujuan BUMS adalah untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. BUMS didirikan dalam rangka ikut mengelola sumber daya alam Indonesia, namun dalam pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan pemerintah dan UUD 1945. BUMS dalam melakukan perannya mengandalkan kekuatan pemilikan modal. Perkembangan usaha BUMS terus didorong pemerintah dengan berbagai kebijaksanaan. Kebijaksanaan pemerintah ditempuh dengan beberapa pertimbangan berikut ini.
a. Menumbuhkan daya kreasi dan partisipasi masyarakat dalam usaha mencapai kemakmuran sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia.
b. Terbatasnya modal yang dimiliki pemerintah untuk menggali dan mengolah sumber daya alam Indonesia sehingga memerlukan kegairahan usaha swasta.
c. Memberi kesempatan agar perusahaan-perusahaan swasta dapat memperluas kesempatan kerja.
d. Mencukupi kebutuhan akan tenaga ahli dalam menggali dan mengolah sumber daya alam.
Perusahaan-perusahaan swasta sekarang ini telah memasuki berbagai sektor kehidupan antara lain di bidang perkebunan, pertambangan, industri, tekstil, perakitan kendaraan, dan lain-lain. Perusahaan swasta terdiri atas dua bentuk yaitu perusahaan swasta nasional dan perusahaan asing. Contoh perusahaan swasta nasional antara lain PT Astra Internasional (mengelola industri mobil dan motor), PT Ghobel
Dharma Nusantara (mengelola industri alat-alat elektronika), PT Indomobil (mengelola industri mobil), dan sebagainya. Adapun contoh perusahaan asing antara lain PT Freeport Indonesia Company (perusahaan Amerika Serikat yang mengelola pertambangan tembaga di Papua, Irian Jaya), PT Exxon Company (perusahaan Amerika Serikat yang mengelola pengeboran minyak bumi), PT Caltex Indonesia (perusahaan Belanda yang mengelola pertambangan minyak bumi di beberapa tempat di Indonesia), dan sebagainya.
Perusahaan-perusahaan swasta tersebut sangat memberikan peran penting bagi perekonomian di Indonesia. Peran yang diberikan BUMS dalam perekonomian Indonesia seperti berikut ini.
a. Membantu meningkatkan produksi nasional.
b. Menciptakan kesempatan dan lapangan kerja baru.
c. Membantu pemerintah dalam usaha pemerataan pendapatan.
d. Membantu pemerintah mengurangi pengangguran.
e. Menambah sumber devisa bagi pemerintah.
f. Meningkatkan sumber pendapatan negara melalui pajak.
g. Membantu pemerintah memakmurkan bangsa.
3. Koperasi
a. Sejarah Koperasi
Koperasi pertama di Indonesia dimulai pada penghujung abad ke-19, tepatnya tahun 1895. Pelopor koperasi pertama di Indonesia adalah R. Aria Wiriaatmaja, yaitu seorang patih di Purwokerto. Ia mendirikan sebuah bank yang bertujuan menolong para pegawai agar tidak terjerat oleh lintah darat. Usaha yang didirikannya diberi nama Bank Penolong dan Tabungan (Hulp en Spaarbank). Perkembangan koperasi yang didirikan oleh R. Aria Wiriaatmaja semakin baik. Akibatnya setiap gerak-gerik koperasi tersebut diawasi dan mendapat banyak rintangan dari Belanda. Upaya yang ditempuh pemerintah kolonial Belanda yaitu dengan mendirikan Algemene Volkscrediet Bank, rumah gadai, bank desa, serta lumbung desa.
Pada tahun 1908 melalui Budi Utomo, Raden Sutomo berusaha mengembangkan koperasi rumah tangga. Akan tetapi koperasi yang didirikan mengalami kegagalan. Hal itu dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat akan manfaat koperasi. Pada sekitar tahun 1913, Serikat Dagang Islam yang kemudian berubah menjadi Serikat Islam, mempelopori pula pendirian koperasi industri kecil dan kerajinan. Koperasi ini juga tidak berhasil, karena rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya penyuluhan kepada masyarakat, dan miskinnya pemimpin koperasi pada waktu itu. Setelah dibentuknya panitia koperasi yang diketuai oleh Dr. DJ. DH. Boeke pada tahun 1920, menyusun peraturan koperasi No. 91 Tahun 1927. Peraturan tersebut berisi persyaratan untuk mendirikan koperasi, yang lebih longgar dibandingkan peraturan sebelumnya, sehingga dapat mendorong masyarakat untuk mendirikan koperasi. Setelah diberlakukannya peraturan tersebut, perkembangan koperasi di Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan.
Selama masa pendudukan Jepang yaitu pada tahun 1942 – 1945, usaha-usaha koperasi dipengaruhi oleh asas-asas kemiliteran. Koperasi yang terkenal pada waktu itu bernama Kumiai. Tujuan Kumiai didirikan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun pada kenyataannya Kumiai hanyalah tempat untuk mengumpulkan bahan-bahan kebutuhan pokok guna kepentingan Jepang melawan Sekutu. Oleh karena itulah, menyebabkan semangat koperasi yang ada di masyarakat menjadi lemah. Setelah kemerdekaan, bangsa Indonesia memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan kebijakan ekonominya. Para pemimpin bangsa Indonesia mengubah tatanan perekonomian yang liberalkapitalis menjadi tatanan perekonomian yang sesuai dengan semangat pasal 33 UUD 1945. Sebagaimana diketahui, dalam pasal 33 UUD 1945, semangat koperasi ditempatkan sebagai semangat dasar perekonomian bangsa Indonesia. Berdasarkan pasal itu, bangsa Indonesia bermaksud untuk menyusun suatu sistem perekonomian usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Oleh karena itulah, Muhammad Hatta kemudian merintis pembangunan koperasi. Perkembangan koperasi pada saat itu cukup pesat, sehingga beliau dianugerahi gelar bapak koperasi Indonesia. Untuk memantapkan kedudukan koperasi disusunlah UU No. 25 Tahun 1992.
b . Pengertian Koperasi
Keberadaan koperasi di Indonesia berlandaskan pada pasal 33 UUD 1945 dan UU No. 25 Tahun 1992. Pada penjelasan UUD 1945 pasal 33 ayat (1), koperasi berkedudukan sebagai “soko guru perekonomian nasional” dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem perekonomian nasional. Adapun penjelasan dalam UU No. 25 Tahun 1992, menyebutkan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Berdasarkan pada pengertian koperasi di atas, menunjukkan bahwa koperasi di Indonesia tidak semata-mata dipandang sebagai bentuk perusahaan yang mempunyai asas dan prinsip yang khas, namun koperasi juga dipandang sebagai alat untuk membangun sistem perekonomian Indonesia. Koperasi diharapkan dapat mengembangkan potensi ekonomi rakyat dan mewujudkan demokrasi ekonomi yang sesuai dengan yang diamanatkan dalam UUD 1945.
c . Landasan, Asas, dan Tujuan Koperasi

Landasan koperasi Indonesia adalah pedoman dalam menentukan arah, tujuan, peran, serta kedudukan koperasi terhadap pelaku-pelaku ekonomi lainnya. Koperasi Indonesia mempunyai beberapa landasan berikut ini.
1) Landasan idiil: Pancasila.
2) Landasan struktural: UUD 1945.
3) Landasan operasional: UU No. 25 Tahun 1992 dan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
4) Landasan mental: kesadaran pribadi dan kesetiakawanan. UU No. 25 Tahun 1992 pasal 2 menetapkan bahwa kekeluargaan sebagai asas koperasi. Semangat kekeluargaan inilah yang menjadi pembeda utama antara koperasi dengan bentuk-bentuk perusahaan lainnya.
Koperasi didirikan dengan tujuan untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
d . Fungsi dan Peran Koperasi
Sesuai dengan UU No. 25 Tahun 1992 pasal 4 menyatakan bahwa fungsi dan peran koperasi seperti berikut ini.
1) Membangun dan mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial mereka.
2) Turut serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
3) Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya.
4) Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
e . Perangkat Organisasi Koperasi
Pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian disebutkan bahwa perangkat organisasi koperasi terdiri atas rapat anggota, pengurus, dan pengawas. Penjelasan tentang ketiga perangkat organisasi koperasi ini seperti berikut ini.
1 ) Rapat anggota
Rapat anggota merupakan perangkat yang penting dalam koperasi. Rapat anggota ialah rapat yang dihadiri oleh seluruh atau sebagian besar anggota koperasi. Rapat anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Melalui rapat anggota, seorang anggota koperasi akan menggunakan hak suaranya. Rapat anggota berwenang untuk menetapkan hal-hal berikut ini.
a) Anggaran dasar (AD).
b) Kebijaksanaan umum di bidang organisasi.
c) Pemilihan, pengangkatan, dan pemberhentian pengurus dan pengawas.
d) Rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi, serta pengesahan laporan keuangan.
e) Pengesahan pertanggungjawaban pengurus dalam pelaksanaan tugas.
f) Pembagian sisa hasil usaha (SHU).
g) Penggabungan, peleburan, pembagian, dan pembubaran koperasi.
2 ) Pengurus
Pengurus dipilih oleh rapat anggota dari kalangan anggota. Pengurus adalah pemegang kuasa rapat anggota. Masa jabatan paling lama lima tahun. Berikut ini tugas pengurus koperasi.
a) Mengelola koperasi dan bidang usaha.
b) Mengajukan rencana kerja serta rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi.
c) Menyelenggarakan rapat anggota.
d) Mengajukan laporan pelaksanaan tugas dan laporan keuangan koperasi.
e) Memelihara buku daftar anggota, pengurus, dan pengawas.
Pengurus bertanggung jawab kepada rapat anggota atau rapat anggota luar biasa dalam mengelola usaha koperasi. Jika koperasi mengalami kerugian karena tindakan pengurus baik disengaja maupun karena kelalaiannya, pengurus harus mempertanggungjawabkan kerugian ini. Apalagi jika tindakan yang merugikan koperasi itu karena kesengajaan, pengurus dapat dituntut di pengadilan.
Adapun wewenang pengurus koperasi terdiri atas hal-hal berikut ini.
a) Mewakili koperasi di dalam dan di luar pengadilan.
b) Memutuskan penerimaan atau penolakan seseorang sebagai anggota koperasi berdasarkan anggaran dasar koperasi.
c) Melakukan tindakan untuk kepentingan dan kemanfaatan koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya sebagai pengurus.
3 ) Pengawas
Pengawas koperasi adalah salah satu perangkat organisasi koperasi, dan menjadi suatu lembaga/badan struktural koperasi. Pengawas mengemban amanat anggota untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi. Koperasi dalam melakukan usahanya diarahkan pada bidang-bidang yang berkaitan dengan kepentingan anggota untuk mencapai kesejahteraan anggota. Lapangan usaha itu menyangkut segala bidang kehidupan ekonomi rakyat dan kepentingan orang banyak, antara lain bidang perkreditan (simpan pinjam), pertokoan, usaha produksi, dan usaha jasa. Sesuai dengan namanya sebagai pengawas koperasi, maka
tugas-tugas koperasi seperti berikut ini.
a) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan koperasi oleh pengurus.
b) Membuat laporan tertulis mengenai hasil pengawasan yang telah dilakukannya.
Supaya para pengawas koperasi dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, mereka harus diberi wewenang yang cukup untuk mengemban tanggung jawab tersebut. Pengawas koperasi mempunyai wewenang berikut ini.
a) Meneliti catatan atau pembukuan koperasi.
b) Memperoleh segala keterangan yang diperlukan.
f . Modal Koperasi
Berdasarkan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, modal koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman.
1 ) Modal Sendiri Koperasi
a) Simpanan pokok, adalah sejumlah uang yang sama banyaknya dan wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
b) Simpanan wajib, adalah sejumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama dan wajib dibayar oleh anggota kepada koperasi pada waktu dan kesempatan tertentu. Simpanan wajib tidak dapat diambil selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
c) Dana cadangan, adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha. Dana cadangan digunakan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi.
d) Hibah, yaitu sumbangan pihak tertentu yang diserahkan kepada koperasi dalam upayanya turut serta mengembangkan koperasi. Hibah tidak dapat dibagikan kepada anggota selama koperasi belum dibubarkan.
2 ) Modal pinjaman koperasi
Modal pinjaman dapat berasal dari simpanan sukarela, pinjaman dari koperasi lainnya, pinjaman dari bank dan lembaga keuangan lainnya, dan sumber pinjaman lainnya yang sah.
http://www.crayonpedia.org/mw/BSE:Pelaku-Pelaku_Ekonomi_Dalam_Sistem_Perekonomian_Indonesia_8.2_%28BAB_15%29


perekonomian indonesia bab 9

INDUSTRIALISASI DAN PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI


A. PENDAHULUAN
Istilah industrialisasi secara ekonomi diartikan sebagai kegiatan mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi, dapat pula diartikan sebagai himpunan perusahaan-perusahaan sejenis dimana kata industry dirangkai dengan kata yang menerangkan jenis industrinya. Misalnya, industry obat-obatan, industry garmen, industry perkayuan, dsb.

B. SEJARAH SEKTOR INDUSTRI DI INDONESIA
Tahun 1920an industry modern di Indonesia hampir semua dimiliki oleh orang asing, walau jumlahnya hanya sedikit. Indutri kecil yang ada pada masa itu berupa industry rumah tangga seperti penggilingan padi, pembuatan gula merah (tebu dan nira), rokok kretek, kerajinan tekstil, dan sebagainya tidak terkoordinasi dengan baik.
Perusahaan modern hanya ada dua, yaitu pabrik rokok milik British American Tobaco (BAT) dan perakitan kendaraan bermotor General Motor Car Assembly. Depresi ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1930an meruntuhkan perekonomian, megakibatkan menurunnya penerimaan ekspor dari 1.448 gulden menjadi 505 gulden (1929) yang mengakibatkan pengangguran. Melihat situasi tersebut pemerintah Hindia Belanda mengubah system dan pola kenijakan ekonomi dari sector perkebunan ke sector industry, dengan memberi kemudahan dalam pemberian ijin dan fasilitas bagi pendirian industry baru.
Berdasarkan Sensus Industri Pertama (1939), industry yang ada ketika itu mempekerjakan 173 ribu orang di bidang pengolahan makanan, tekstil dan barang logam, semuanya milik asing. Pada masa PD II kondisi industrialisasi cukup baik. Namun setelah pendudukan Jepang keadaannya terbalik. Disebabkan larangan impor bahan mentah dan diangkutnya barang capital ke Jepang dan pemaksaan tenaga kerja (romusha). Setelah Indonesia merdeka, mulai dikembangkan sector industry dan menawarkan investasi walau dalam tahap coba-coba. Tahun 1951 pemerintah meluncurkan RUP (Rencana Urgensi Perekonomian). Program utamanya menumbuhkan dan mendorong industry kecil pribumi dan memberlakukan pembatasan industry besar atau modern yang dimiliki orang Eropa dan Cina.

C. KONSEP DAN TUJUAN INDUSTRIALISASI
Dalam sejarah pembangunan ekonomi, konsep industrialisasi berawal dari revolusi industry pertama pada pertengahan abad 18 di Inggris dengan penemuan metode baru untuk pemintalan dan penenunan kapas yang menciptakan spesialisasi dalam produksi dan peningkatan produktivitas dari factor produksi yang digunakan. Setelah itu, inovasi dan penemuan baru dalam pengolahan besi dan mesin uap yang mendorong inovasi dalam pembuatan antara lain besi baja, kereta api dan kapal tenaga uap.
Revolusi industry kedua akhir abad 18 dan awal abad 19 dengan berbagai perkembangan teknologi dan inovasi membantu laju industrialisasi. Setelah PD II muncul berbagai teknologi baru seperti produksi masal dengan menggunakan assembly line, tenaga listrik, kendaraan bermotor, penemuan barang sintetis dan revolusi teknologi komunikasi, elektronik, bio, computer dan penggunaan robot.

D. PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR NASIONAL
Sector industry manufaktur di banyak Negara berkembang mengalami perkembangan sangat pesat dalam tiga decade terakhir. Asia Timur dan Asia Tenggara dapat dikatakan sebagai kasus istimewa. Lebih dari 25 tahun terakhir, dijuluki a miraculous economic karena kinerja ekonominya sangat hebat. Dari 1970 hinga 1995, industry manufaktur merupakan contributor utama.
Untuk melihat sejauh mana perkembangan industry manufaktur di Indonesia selama ini, perlu dilihat perbandingan kinerjanya dengan sector yang sama di Negara-negara lain. Dalam kelompok ASEAN, misalnya kontribusi output dari sector industry manufaktur terhadap pembentukan PDB di Indonesia masih relative kecil, walaupun laju pertumbuhan output rata-ratanya termasuk tinggi di Negara-negara ASEAN lainnya. Struktur ini menandakan Indonesia belum merupakan Negara dengan tingkat industrialisasi yang tinggi dibandingkan Malaysia dan Thailand.

E. PERMASALAHAN DALAM INDUSTRI MANUFAKTUR
Secara umum, industry manufaktur di Negara-negara berkembang masih terbelakang jika dibandingkan dengan sector yang sama di Negara maju, walaupun di Negara-negara berkembanga ada Negara-negara yang industrinya sudah sangat maju.
Dalam kasus Indonesia, UNIDO (2000) dalam studinya mengelompokkan masalah yang dihadapi industry manufaktur nasional ke dalam 2 kategori, yaitu kelemahan yang bersifat structural dan yang bersifat organisasi.

Kelemahan-kelemahan structural di antaranya:
1. Basis ekspor dan pasarnya yang sempit
a. Empat produk, yakni kayu lapis, pakaian jadi, tekstil dan alas kaki memiliki pangsa 50% dari nilai total manufaktur
b. Pasar tekstil dan pakaian jadi sangat terbatas
c. Tiga Negara (US, Jepang dan Singapura), menyerap 50% dari total ekspor manufaktur Indonesia, sementara US menyerap hampir setengah total nilai ekspor tekstil dan pakaian jadi
d. Sepuluh produk menyumbang 80% seluruh hasil ekspor manufaktur
e. Banyak produk manufaktur padat karya yang terpilih sebagai produk unggulan Indonesia mengalami penurunan harga di pasar dunia akibat persaingan ketat
f. Banyak produk manufaktur yang merupakan ekspor tradisional Indonesia mengalami penurunan daya saing
2. Ketergantungan impor yang sangat tinggi
3. Tidak adanya industry berteknologi menengah
4. Konsentrasi regional

Kelemahan-kelemahan organisasi, di antaranya:
1. Industry skala kecil dan menengah (IKM) masih underdeveloped
2. Konsentrasi pasar
3. Lemahnya kapasitas untuk menyerap dan mengembangkan teknologi
4. Lemahnya SDM


F. STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SEKTOR INDUSTRI

Subtitusi Impor (inward-looking)

Promosi Ekspor (outward-looking)
Strategi industrialisasi
1. Strategi Subtitusi Impor
o Lebih menekankan pada pengembangan industry yang berorientasi pada pasar domestic
o Strategi subtitusi impor adalah industry domestic yang membuat barang menggantikan impor
o Dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai dengan mengembangkan industry dalam negeri yang memproduksi barang pengganti impor
Pertimbangan yang lajim digunakan dalam memilih strategi ini adalah:
a. SDA dan factor produksi lain (terutama tenaga kerja) cukup tersedia
b. Potensi permintaan dalam negeri memadai
c. Pendorong perkembangan sector industry manufaktur dalam negeri
d. Dengan perkembangan industry dalam negeri, kesempatan kerja lebih luas
e. Dapat mengurangi ketergantungan impor

2. Penerapan strategi subtitusi impor dan hasilnya di Indonesia
o Industry manufaktur nasional tidak berkembang baik selama orde baru
o Ekspor manufaktur Indonesia belum berkembang dengan baik
o Kebijakan proteksi yang berlebihan selama orde baru menimbulkan high cost economy
o Teknologi yang digunakan oleh industry dalam negeri, sangat diproteksi

3. Strategi Promosi Ekspor
o Lebih berorientasi ke pasar internasional dalam pengembangan usaha dalam negeri
o Tidak ada diskriminasi dalam pemberian insentif dan fasilitas kemudahan lainnya dari pemerintah
o Dilandasi pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai jika produk yang dibuat di dalam negeri dijual di pasar ekspor
o Strategi promosi ekspor mempromosikan fleksibilitas dalam pergeseran sumber daya ekonomi yang ada mengikuti perubahan pola keunggulan komparatif

4. Kebijakan industrialisasi
o Dirombaknya system devisa sehingga transaksi luar negeri lebih bebas dan sederhana
o Dikuranginya fasilitas khusus yang hanya disediakan bagi perusahaan Negara dan kebijakan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sector swasta bersama-sama dengan BUMN
o Diberlakukannya Undang-undang PMA
Referensi
http://uyah-sambelgoreng.blogspot.com/2010/04/industrialisasi dan perkembangan sektor industri.html
- T. Tulus, Tambunan, 2003, “Perekonomian Indonesia-Beberapa Masalah Penting”, Jakarta : Ghalia Indonesia.